METEOR GARDEN [Chapter 1] – ALPHA PHOENIX

poster

Title : Meteor Garden

Author : alphaphoenix

Main cast : Oh Sehun (EXO) | Choi Ahra (OC/You) | Kim Jongin (EXO)

Genre : Fantasy, romance, sci-fi

Length : Chapter

Rating : PG-15

Credit poster : Flickerbeat @ HSG

Note:

Cerita ini bukanlah cerita drama Taiwan yang terkenal dengan F4 nya itu di awal tahun 2000-an. Tolong jangan berharap cerita ini ada sangkut pautnya dengan drama Taiwan itu. Cerita ini akan berbeda jauh dengan drama Meteor Garden. Disini saya akan tetap membawa unsur astronomi sebagai penyedap unsur cerita dan tujuan saya adalah memang ingin memasyarakatkan imu astronomi di Indonesia *eakk* dengan menulis ff ini.

Selamat membaca. Please leave comment. DON’T BE A SILENT READER!!

 METEOR GARDEN Chapter 1

April,22nd 2015

Lyrids Meteor Shower (from Lyra Constellation)

 

Kesadaran Ahra berangsur-angsur kembali penuh. Meskipun susah payah ia membuka kedua matanya yang seakan-akan terkena lem, mau tak mau matanya terbuka juga. Ia masih mengantuk, tentu saja. Siapa yang tidak mengantuk setelah seharian beraktivitas dan terbangun pukul 3 pagi begini?

Lagipula ini memang sering Ahra lakukan. Tapi biasanya ia akan begadang semalam suntuk. Memegang secarik kertas dan teleskop yang bertengger di sampingnya sambil menunggu datangnya hujan meteor.

Ahra buru-buru mematikan alarm di handphonenya. Ia sempat ingin memarahi alarmnya itu karena menganggu tidur nyenyaknya. Baru Ahra rasakan betapa lelahnya ia. Akhir-akhir ini ia memang suka begadang untuk melakukan pengamatan hujan meteor.

Tapi selain suara alarm yang membangunkannya, ia juga terusik dengan suara jendela observatorium yang tak tertutup rapat. Jendela tersebut bergerak terkena angin, sehingga meninbulkan suara yang bising. Hawa dingin masuk ke dalam observatorium. Di akhir musim semi ini, angin masih cukup dingin dan bisa menusuk hingga ke tulang.

Ahra lalu bangkit dari sofa empuknya yang biasanya jadi tempat serbagunanya (untuk tidur, belajar, makan, sekedar bermain game, bahkan sekedar berguling-guling) ke arah jendela di depannya. Ia langsung memeluk tubuhnya, mencegah angin malam menyentuh tubuhnya.

Sebelum Ahra menutup jendela observatorium, ia mendongakkan kepalanya keluar. Lalu ia bercetus kesal.

Ia tidak akan mengamati hujan meteor.

Matanya menilik seluruh isi langit dari timur ke barat. Sempurna. Seluruh langit bewarna abu-abu. Ia kehilangan kesempatan untuk mengamati hujan meteor dari rasi Lyra untuk kedua kalinya. Cuaca memang tidak bisa diprediksi akhir-akhir ini. Padahal ia sudah melihat ramalan cuaca untuk hari ini, namun ternyata kenyataan bertolak belakang.

Ahra berniat untuk tidak mengamati besok lagi. Ini sudah kedua kalinya ia harus menunggu hingga subuh untuk hujan meteor, namun yang datang hanyalah hujan deras. Ahra memastikan sebentar lagi pasti hujan akan turun dengan derasnya. Yakin!

Buru-buru Ahra mengeluarkan handphonenya dan mencari aplikasi google sky map nya. Cepat-cepat ia mencari dimana rasi Lyra sekarang. Ah, sebelah utara. Dan ia bisa melihat dilayar kaca handphonenya terpampang tulisan ‘Lyrids’ yang artinya hujan meteor dari rasi Lyra sedang berlangsung.

Ahra kembali berdecak kesal. Ia lalu membuang pandangannya keluar jendela. Seakan-akan menunggu datangnya hujan yang datang. Suara angin semakin menjadi-jadi diluar. Pohon-pohon semakin liar bergerak terkena hembusan angin yang kuat. Ahra semakin mendongakkan wajahnya keluar dan menoleh ke langit diatasnya, berharap tiba-tiba langit menjadi bersih tanpa awan abu-abu perusak itu. Ia membiarkan angin malam menyentuh kulit wajahnya yang putih meskipun ia menahan dinginnya.

Tak lama suara guntur pun terdengar, Ahra lalu melihat kilatan petir di atas kepulan awan hitam. Ia sama sekali tidak takut, bahkan Ahra hanya termangu menatap penampakan mengerikan itu. Seakan-akan ingin menantang sang dewa langit yang mengeluarkan petir, Sang dewa angin semakin menambah kencang hembusan angin. Membuat beberapa dedauan yang rontok disimpan di tong sampah kembali berhamburan.

Ahra sama sekali tak berniat untuk menutup jendela dalam waktu yang dekat. Ia masih kesal lantaran awan hitam abu-abu yang menutup bintang-bintang dilangit. Ia akan menunggu hujan turun.

Ahra lalu menjulurkan tangannya keluar, meminta turun hujan.

Oh ayolah turun hujan, jangan hanya sekedar muncul awan abu-abu saja… ledek Ahra dalam hati.

Sedetik dua detik ia menjulurkan tangannya, barulah tetes air hujan pertama mengenai tangannya. Ahra tersenyum ringan. Setidaknya ia lebih suka hujan turun, ketimbang hanya suara badai yang ribut. Kau tahu, badai tidak akan berhenti jika hujan tidak turun.

Setetes, dua tetes, tiga tetes, empat…..

Ahra berhenti menghitung tetesan air yang jatuh dari langit. Tiba-tiba saja hujan berhenti, bahkan badai pun berhenti mengamuk. Tidak masuk dalam akal memang.

Ahra masih dilanda kebingungan. Dilihatnya telapak tangannya bekas tetesan air hujan yang mengenai telapaknya. Hanya ada 3 tetes, seharusnya 4 tetes.

Ahra mengangkat wajahnya dan betapa kagetnya ia melihat sekelilingnya. Jika tadi hanya matanya saja yang melebar, kali ini mulutnya juga ikut menganga.

Kejadian ini tidak mungkin benarnya. Tapi Ahra sendiri yang melihatnya. Ia tidak tahu harus mengakuinya atau tidak. Tapi memang inilah yang terjadi. Hujan memang berhenti, badai pun berhenti mengamuk. Namun langit masih berwarna abu-abu. Ia memandang dedaunan yang rontok di depan matanya. Daun-daun itu melayang. Seakan-akan sudah tidak ada gravitasi. Tapi jika gravitasi menghilang, seharusnya Ahra juga ikut melayang,kan? Namun nyatanya ia tetap ditanah. Kakinya menyentuh lantai observatoriumnya. Pohon di depan pandangannya pun berhenti bergerak, namun dengan posisi yang tidak seharusnya. Pohon tersebut seperti kau melihatnya di film yang memperlihatkan badai, lalu kau mem-pause film tersebut.

Ya, kejadian ini seperti sebuah film yang di pause. Ahra yang seharusnya menjadi bagian dari film itu juga seharusnya mematung seperti film-film yang ter-pause pada umumnya, namun kenyataannya tidak. Ahra bisa menggerakkan kedua bola matanya. Lalu ia mengibaskan tangannya dari tetesan air hujan tadi.

Mata Ahra kembali membulat ketika dilihatnya tetesan air yang melayang di udara. Tidak jatuh menyentuh tanah. Tetesan air itu tertahan di udara. Ragu-ragu Ahra menyentuh tetesan air itu, namun ia terlalu penasaran. Apakah ketika ia menyentuh tetesan air tersebut, tetesannya akan turun ke bawah seperti seharusnya?

Namun nyatanya tidak. Tetesan air itu tetap utuh dan tidak jatuh ke bawah.

Benarkah waktu baru saja terhenti?

Itu hanya ada di cerita fiksi saja. Dan Ahra paling benci dengan cerita-cerita fiksi seperti itu. Tak berlandaskan ilmu alam, menurutnya.

Buru-buru ia menengok jam dinding di belakangnya. Betapa kagetnya ia.

Jam dinding itu tidak pernah rusak,kan? Aku baru saja mengganti baterainya beberapa hari yang lalu. Tapi mengapa? Ah!

Jarum detiknya tidak bergerak sama sekali! Oke. Ahra mulai ketakutan melihat kejadian ini sendirian. Ia berniat untuk cepat-cepat pulang. Ia ingin segera menelpon Jongin dan menemaninya pulang. Tapi Ahra tidak cukup berani untuk merogoh handphone di kantong jaketnya lagi.

“AAAAARRGHHH….!!”

Ahra membeku seketika ketika didengarnya suara teriakan itu. Suara teriakan, jeritan perempuan. Arah suaranya berasal dari luar. Meskipun sudah dilanda ketakutan hebat, Ahra masih berusaha untuk mengeluarkan kepalanya sekali lagi dari luar dan mencari-cari asal sumber jeritan itu.

Namun tiba-tiba saja hujan kembali turun dengan derasnya. Sangat deras, sehingga Ahra tidak bisa menghitung berapa tetes yang sudah turun ke bumi. Pohon kembali menari-nari dengan liarnya. Jendela kembali bergerak mengeluarkan suara bising. Ahra buru-buru memasukkan kepalanya dan berusaha meraih jendela yang terus bergerak.

“Ahra-ya!”

“AAAAA!!”

Ahra sontak kaget ketika didengarnya seseorang memanggil namanya. Ia lalu memutar kepalanya dan mendapati bayangan seorang pria dari arah pintu masuk.

“AAAAA…!”

“Ahra-ya. Kau kenapa teriak-teriak? Ini aku, Jongin…” jawab Jongin sambil maju beberapa langkah, memperlihatkan wajahnya. Jujur, tadi wajahnya masih tertutup bayangan gelap. Membuat Ahra takut setengah mati.

“Ah.. Syukurlah. Kau membuatku takut.” Sahut Ahra sambil bernafas terengah-engah.

“Apa yang kau lakukan hujan-hujan seperti ini? Kenapa kau tak menutup jendelanya?” tanya Jongin ketika dilihatnya Ahra hanya memegang ganggang jendela.

“Aku…Aku… berniat menutupnya..” kata Ahra gagap.

Lalu dirasakan Ahra, Jongin melepaskan kedua tangannya dari ganggang jendela dan akhirnya Ahra membiarkan Jongin yang menutup jendela.

“Kau bisa sakit kalau begini terus..”

“Aku tidak selalu begini kok…”

“Ayo, kuantar kau pulang. Ayo.. Ayahmu akan kaget. Biasanya kau sudah pulang jika cuaca seperti ini.” Kata Jongin.

“Baiklah..” kata Ahra.

Sembari membereskan barang-barangnya dalam tas, Ahra masih penasaran dengan kejadian tadi. Ia berniat untuk bertanya dengan Jongin.

“Jongin…”

“Ya?”

“Apakah…apakah kau tadi mendengar suara jeritan perempuan?” tanya Ahra hati-hati.

“Jeritan perempuan? Ahra-ya, kau tidak apa-apa kan?” tanya balik Jongin sambil menilik manik mata Ahra dengan serius.

“Aku baik-baik saja. Kau tidak mendengarnya?” tanya Ahra lagi.

“Siapa yang berteriak,ra? Tidak mungkin orang observatorium,kan? Observatorium kita ini di atas bukit. Tidak ada orang lain lagi disini kecuali kita para mahasiswa astronomi.” Jelas Jongin.

Ahra menghembuskan nafasnya.

“Jujur, aku tadi mendengarkan suara jeritan perempuan.”

“Kau hanya kelelahan. Kau tadi ketiduran,kan? Hujan turun dengan deras dari tadi. Mungkin kau sedang bermimpi dikejar-kejar preman…” sahut Jongin.

“Hujan memang turun deras dari tadi?” tanya Ahra sekali lagi.

“Iya. Memangnya kenapa?”

Oh. Ada yang tidak beres dengan diri Ahra. Berarti hanya Ahra saja yang melihat kejadian waktu terhenti tadi.

“Yeah.. Sepertinya aku memang bermimpi tadi.” Kata Ahra berusaha mengiyakan pernyataan Jongin.

***

Tidak ada yang mendengar suara jeritan perempuan licik itu. Yeah, setahu Sehun tidak akan ada yang mendengarnya. Hanya dia dan perempuan itu yang tahu.

“Perempuan sialan!!” Timpal Sehun ketika menendang tubuh kaku perempuan yang sudah tak bergerak di depannya.

Sehun terus meyakinkan dirinya bahwa jeritan perempuan itu tidak ada yang mendengar, jika ada yang mendengar, Sehun harus pindah lagi ke tempat lain. Ia harus berpindah-pindah dari satu tempat ketempat lain, sendirian tanpa orang tua.

Badai semakin mengamuk, namun Sehun tak bergeming sedikitpun. Ia rasakan sakit yang menjalar di tangan kirinya berangsur-angsur hilang. Luka yang seperti akar pohon yang tertempel di lengan kirinya juga mulai berkurang. Setidaknya lelaki jangkung putih berwajah tirus tersebut bisa sembuh sementara. Cukup waktu yang lama menunggu hujan meteor selanjutnya.

Ia melirik seluruh keadaan hutan. Sepi. Syukurlah. Meskipun ia lihat lampu observatorium di atas bukit masih terang benderang. Sehun agak sedikit khawatir jika masih ada orang di observatorium tersebut. Setelah darah yang berceceran dan mayat telah dikubur, pelan-pelan Sehun keluar dari hutan.

Tidak ada orang….. batin Sehun.

Ia bisa pulang dengan aman. Sambil menutup wajahnya dengan masker dan menutup kepalanya dengan hoodienya, ia mulai menelusuri hutan. Hujan masih saja terus turun, semakin deras. Membuat jalan agak berlumpur. Namun Sehun dengan santainya berjalan menelusuri hutan ini. Ia sama sekali tidak merasakan dingin. Hanya kehangatan yang menyelimuti dirinya setelah sakit dan luka di lengan kirinya sudah mulai menghilang.

Krakk..

Ketika Sehun dengan sengaja menginjak ranting pohon, ia menghentikan langkahnya. Ia hanya berdiam, tak berniat untuk menghentikan waktu. Ia berniat untuk berhenti melangkah, tak sekedar berhenti. Ia merasakan ada orang disekitarnya.

Hoodie yang dikenakan Sehun benar-benar basah total. Tak lagi bisa melindungi Sehun dari guyuran hujan. Namun, sepertinya Sehun merasa nyaman-nyaman saja dengan kondisi hujan-hujanan seperti ini. Ia belum berani menggerakkan kakinya.

Tak lama dilihatnya dari kejauhan, lampu kendaraan menyoroti jalan raya yang basah. Tak terlalu laju. Tak disia-siakan Sehun, ia menangkap aura orang tersebut. Buru-buru ia menutup kedua matanya untuk berkonsentrasi.

Orang baik, tak berpikiran jahat…berarti bukan mangsaku.

Dalam pikiran Sehun, orang yang mengendarai mobil tersebut tidak sedang memancarkan aura negatif. Ia tampak baik dan…

Khawatir.

Mendadak Sehun membuka kedua matanya, meskipun mobil tersebut sudah tidak telihat lagi lampu sorotnya, ia masih bisa merasakan aura sang pemgemudi. Auranya terlalu kuat, ia sedang mengkhawatirkan sesuatu.

Atau mengkhawatirkan seseorang?

Apakah ada orang lagi di dalam mobilnya?

Sehun mencoba menutup matanya lagi, mencoba berkonsentrasi untuk mendapatkan aura orang lain. Betapa kagetnya ia ketika mendapati pikiran si pengemudi sedang mengkhawatirkan seseorang. Ia bisa merasakannya.

Namun Sehun menyerah. Ia kembali membuka matanya.

Ia yakin ia mengkhawatirkan seseorang yang berada dirumahnya. Bukan seseorang yang bersamanya di dalam mobil.

Karena Oh Sehun tidak pernah kehilangan aura seorang sekalipun.

TO BE CONTINUED

Jeng-jeng jeng…

Author alpha phoenix back with another story. Tetep dengan unsur astronominya. Hahahaha..

Gimana? Jelek ya? Bingung ya? Aneh ya?

Terserah deh mau bilang apa.. yang penting tetep tinggalin komen ya.

Ada satu hal yang ingin saya kasih tahu soal ff ini. Bahwa meteor shower itu terjadi secara berkala atau memang sudah ada kalendernya.

Karena ini masih chapter 1, jadi saya masih mau tes-tes banyak yang suka apa gak. Masih pendek ya,kan?

Kalau begitu… Sekian dari saya. DONT FORGET TO LEAVE A COMMENT…

123 responses to “METEOR GARDEN [Chapter 1] – ALPHA PHOENIX

  1. Pingback: METEOR GARDEN CHAPTER 4 – ALPHA PHOENIX | SAY - Korean Fanfiction·

  2. masih bingung sih sama jalan ceritanya tapi jujur ini menarik..
    itu sehun makhluk apa ya pke mangsa mangsa segala? waks

  3. Annyeong thor! Aku readers baru. Mhon dsambut yaak. Hahaha*abaikan saja thor*
    itu sehun td ngebunuh permpuan yg teriak kan? Ngapain dia ngebunuh thor?
    Dan lg, sehun jg bsa menghntikan wktu? Kyak kekuatan tao d exo planet yaak.
    Ap jgn2 sehun minjem kekuatan tao. Haha. Ok thor. Aku ijin baca chapt2 slnjt.a yaak. Keep writing and hwaiting author^^

  4. Aahhh, suka suka! ceritanya keren kak-,- bkin iri deh..
    juga, jdi dpet ilmu baru nih.. meski nggak terlalu banyak, tpi terimakasih(?) sudah menghadirkan fanfiction yg UWOW ini 😉 ijin baca yg selanjutnya ya kak..

  5. Aahhh, suka suka! ceritanya keren kak-,- bkin iri deh..
    juga, jdi dpet ilmu baru nih.. meski nggak terlalu banyak, tpi terimakasih(?) sudah menghadirkan fanfiction yg UWOW ini 😉 ijin baca yg selanjutnya ya kak..

  6. Ya ampun, aku suka sekali! ceritanya keren kak^,^ jdi iri deh… jga, jdi dpet ilmu baru mski ngga trlalu bnyak. tpi terimakasih(?) karna tlah menghadirkn fanfict yg UWAW bnget.. 😉 hehe
    iji bca yg slanjutnya ya, kak 🙂

  7. Hi author ^^ aku suka banget ff author, bahasanya baku (point utama yang biasa aku perhatiin kalo baca ff), aku termasuk picky reader nih, selama ini dari sekian banyak ff, baru 4 ff (termasuk punya author) nih yang masuk dalam list favoritku, dilanjut ya eon, soalnya 2 dari 4 ff favoritku putus ditengah ㅠ.ㅠ fighting!!^-^)9

    • Wah… aku bacanya terharu loh.. seneng rasanya 😉 *fly*
      Yup.. ditunggu aja ya next next nya.. sepertinya semakin chapter, semakin panjang..
      gamshamnida 🙂

  8. waah keren ffnya
    ada ilmu astronominya
    lumayan belajar juga
    itu waktu kok bisa berhenti dan knp ahra nggak ikut berhenti ya?

  9. Pingback: METEOR GARDEN CHAPTER 5 | SAY KOREAN FANFICTION·

  10. Jangan2 sehun itu alien yg jatuh ke bumi gara2 meteor. Tapi knp sehun ngomong mangsa2 gt? kok aku ngeliatnya dia kayak vampir yah wkwkwkw

  11. baru baca nih duh telat banget yah hehe tapi suka soalnya fantasy (y) si sehun tuh makhluk apa sih? vampir? alien? srigala? atau apa? pake ngebunuh orang lagi, serem amat cakep” pembunuh *ehh hehe lanjut baca aja deh yahh 🙂

Leave a reply to alphaphoenix Cancel reply