[Freelance] SEMIDIOSES DE SIRIUS #1

pizap.com14407468123921 (1)

Title : SEMIDIOSES DE SIRIUS #1
Author/twitter : Audrey Kim/@odeulii
Cast : Byun Baek Hyun, Yoon Bo Mi, etc.
Genre : Fantasy–Romance–Comedy
Rating : T
Length : Twoshoot
Disclaimer : 100% purely from by brain! It’s forbidden to steal my inspiration!
HAPPY READING!
***

Sepasang telapak kaki mulai bersentuhan dengan tanah yang agak keras, dan belahan sayap Sirius mulai merapat dan perlahan melebur dan hilang, mata elangnya dengan sigap menoleh kearah sekitar sana, beberapa helai daun sepertinya tersangkut di pinggiran pakaiannya, namun ia tak mempedulikannya, ia pun memutuskan untuk berjalan ke depan –lebih tepatnya berjalan di dalam lebatnya hutan hijau itu, tatapan matanya terlihat lumayan takjub karena menurut pandangan matanya, hutan memang benar-benar indah, dan sayangnya bintang Sirius tidak bisa di tumbuhi hutan seperti ini, terdengar suara kicauan sekawanan aves yang tengah mencari asupan tubuhnya kesana kemari, mamalia mulai bersautan, suara–suara gesekan daun kering dengan telapak kaki yang mengisi keheningan di hutan.

Sumber pencarian dewa Sirius belum juga di temukan, sepertinya menurut Sirius, mencari dewa Gaia lebih sulit ketimbang mencari dewa Iatrikos dan dewa Chronos, tapi ini adalah urusan yang sangat penting, jika ia tak bertemu dengan dewa Gaia, mungkin bisa jadi sangat gawat.

Grrroooaaarrrrr!!!!

Suara geraman itu mulai muncul secara tiba–tiba bersamaan dengan munculnya seekor singa jantan besar yang menyerangnya tiba–tiba –bahkan Sirius sekarang berada di bawah tubuh singa yang besar itu.
“Aish! Mamalia ini, ada apa dengannya?” Sirius berusaha mencegah cakaran singa itu yang hampir saja mengenai tubuh dan wajahnya, dan tetap saja singa itu sepertinya tak mau kalah dengan dewa berparas imut itu,

Grrroooaaarrr…..!!!
“Hiiyyaaattt!!!”

Secara tiba–tiba lagi, sang raja hutan itu pun terhempas ke tanah, dan yang mengherankan, Sirius sama sekali belum menyerangnya sedikit pun, lalu siapa yang membuat hewan itu terhempas? Dan siapa orang yang barusan mengatakan `hiyat’?
“Kyungsoo!” sahut Sirius menatap orang yang di depannya, dan sepertinya raja hutan yang sebenarnya memang benar–benar sampai ke tempat itu.
“Gaia! Berani–beraninya kau menyebutku Kyungsoo!” Gaia pun mengulurkan tangannya kepada Sirius dengan desisan, sementara Sirius langsung menerima tangannya kemudian berdiri,
Sirius membersihkan bajunya yang agak kotor “Ya! Nama aslimu kan Do Kyung Soo, memangnya salah jika aku menyebut nama aslimu?” tanya Sirius dengan ekspresi kesal yang di buat–buat,
“Kau ini lebih tua dariku tapi sikapmu kekanak–kanakan sekali, Sirius.” Gaia menatap wajah Sirius, dan Sirius hanya menunjukkan cengiran khasnya, lalu menggaruk tengkuk belakangnya,
“Oya, ada perlu apa kau kesini?” tanya Gaia keheranan,
“Um, yang aku tahu, kau itu satu–satunya dewa yang paling dekat dengan Iatrikos kan?”
“Ya, lalu kenapa?”
“Sebenarnya aku hanya ingin meminta tolong kepadamu untuk memanggilnya.”
Wajah Gaia berubah drastis menjadi panik “Apa? Memangnya kenapa? Ada yang sakit?”
Baekhyun menggeleng pelan dengan santai.
“Lalu kenapa??” Gaia menatap Sirius dengan wajah khawatir dan penuh keseriusan,
“Aku hanya ingin meminta tolong padanya untuk memperbaiki… bajuku. Lihat! Kenapa bisa–bisanya ini robek? Padahal bahan pakaian ini sangatlah bagus.”
Setelah mendengar itu, Gaia rasanya ingin menimpa wajah Sirius dengan batu, ia mengira kalau kepentingan Sirius di sini sangat gawat, nyatanya…
“Ah! kukira ini genting! Kau membuatku takut saja! Aku tidak mau membantu!” Gaia melengos pergi, dan Sirius pun menganga tak percaya lalu mengejar langkah Gaia yang begitu cepat,
“Ya! Kyung—ani! Gaia!!! Tolonglah!!!” Sirius berusaha meraih tangan Gaia, namun Gaia tampaknya tak mau menghiraukannya sedikit pun lalu berjalan lebih cepat,
“Kau cari saja dia sendiri!”
“Gaia!!”
“Kekuatanmu lebih hebat dariku, tapi menjahit baju saja tidak bisa, dasar dewa payah.”
“Tapi.. Gaia.”

Terlambat sudah….
Gaia sudah benar–benar melesat pergi seperti di tiup hembusan angin, dan usaha yang Sirius lakukan –musnahlah sudah, Sirius pun hanya mempoutkan bibirnya cemberut, lalu memutuskan untuk duduk di batu besar di dekatnya, menatap baju yang ia bawa dengan sobekan di bagian tengah atasnya, mengelus sobekan itu dengan kesal,
“Aish! Ini juga salahku sih, kenapa aku menarik baju ini dengan kasar, padahal baju ini yang memiliki kualitas paling paling paling bagus.” Sirius menghela nafas pelan sembari mengangkat baju itu tinggi–tinggi agar dapat melihat keseluruhan baju itu, terdiam cukup lama, lalu—
“Baik! Sebagai dewa penguasa Sirius, aku harus bekerja keras untuk mencari dewa Iatrikos, demi kehormatan pakaian yang aku gunakan ini! Hm!” Sirius beranjak dari duduknya kemudian mengepalkan kedua tangannya erat hingga pakaian yang ia pegang semakin kusut karena genggamannya, bahkan hampir saja rusak, untungnya Sirius langsung menyadarinya dan langsung merenggangkan genggamannya, khawatir jika genggamannya akan merusak pakaiannya lebih parah.

Akhirnya Sirius pun melipat asal pakaiannya kemudian menyimpannya di dalam kantung jubah putih kehijauan yang sedang ia kenakan sekarang, mengeluarkan belahan sayapnya dan kemudian, melesat pergi secepat angin dengan kepakan sayapnya.
***
Pandangan bola mata Sirius seketika langsung berfokus pada suatu objek, terletak di dekat danau kecil di tengah–tengah hutan yang luas dan lebat itu, dan Sirius langsung menciptakan seringaian tipis karena telah menemukan objek yang sudah ia tuju.
Dengan hati menggebu–gebu karena tak sabaran, Sirius mempercepat kepakan sayapnya seperti rajawali yang akan segera memangsa seekor ular,
“Ternyata aku ini dewa yang hebat juga, meski aku tak bisa menjahit sama sekali, tapi aku bisa mencari Iatrikos dengan mudah. Uh, harusnya dari tadi aku melakukan ini, daripada harus repot–repot meminta tolong Gaia, cih, bodohnya aku.”
Sirius semakin mendekati tanah,
“Iatrikos, aku datang.”

Hup!

Sepasang telapak kaki sudah mencapai tanah, bukannya langsung memanggil dewa medis itu, Sirius malah membatu di tempatnya, tatapan matanya tampak kebingungan, lantas ada apa gerangan yang terjadi padanya?
“Apa ini benar–benar Iatrikos? Sejak kapan ia memanjangkan rambut? Pakaiannya tampak aneh. Dan sejak kapan ia memiliki tempurung?” gumam Sirius di dalam hatinya, menatap objek yang ada di depannya, seseorang yang tengah berjongkok –membelakanginya di pinggir danau kecil itu, dan memang fisik objek itu berambut panjang dan terikat kuncir kuda, mengenakan jaket tebal hijau bermerk Kolon Sport, celana jeans biru gelap, sepatu boots, dan tempurung yang di maksud oleh dewa Sirius itu adalah tas ransel besar, tampaknya orang itu tengah mencari sesuatu di danau, karena tangan kanannya tengah memegang ranting dan sepertinya tengah fokus menangkap objek di dalamnya, dan sepertinya orang itu sama sekali tidak menghiraukan apapun dan tetap berfokus pada danau itu,
“Ayo, Bomi –ya, semangatlah… sedikit lagi sampai.” Ucap orang itu –berbicara pada dirinya sendiri, lantas Sirius semakin heran dengan tingkah orang yang satu ini,
“Bomi?”

Dan orang itu pun langsung membelalakan matanya karena merasa ada orang yang tengah memanggil namanya, dengan takut–takut, orang itu menoleh kebelakang, dan terdapat dewa Sirius yang tengah menatapnya penuh keheranan,
“Kau!”
“KYAAAA!!!!!”
“AAAAAAA!!!”
Keduanya malah saling berteriak hingga menggelegar ke seluruh penjuru hutan, burung–burung berterbangan karena terkejut mendengar suara teriakan dua makhluk yang berbeda jenis itu, dan si orang tadi langsung jatuh pingsan dan tercebur ke dalam danau itu, sementara Sirius masih berteriak, dan tiba–tiba ia menjadi terdiam.
“Ya! Kenapa aku tadi berteriak?” Sirius menggaruk kepalanya kebingungan, lalu baru tersadar karena mengingat orang tadi baru saja tercebur karena terlalu ketakutan,
“Hei! Orang tadi!” Baekhyun mendekati danau kecil itu dengan tergesa–gesa, ia mondar mandir kebingungan di sekitar danau karena tidak tahu harus bagaimana ia menolong orang tadi, mengingat dirinya tidak terlalu pandai berenang, aish! Dewa macam apa dia itu?
“Aih! Bagaimana ini?” Sirius kebingungan dengan wajah bermakna 1001 rasa panik.
Namun ia pun langsung mengambil keputusannya bulat–bulat dan nekat ikut menceburkan dirinya ke danau itu agar bisa menyelamatkan orang tadi.

Setelah menghabiskan waktu hampir setengah jam, Sirius pun berhasil mengangkut orang tadi dengan susah payah, menghembuskan nafas berulang kali karena sungguh ia memang tidak kuat lagi, ia pun menaruh orang itu di pinggir danau. Bahkan tubuhnya juga ambruk di sampingnya.
Setelah usai mengatur nafasnya agar kembali normal lagi, ia pun memutuskan untuk duduk di samping orang itu, seperti yang sudah di lihat bahwa orang itu berjenis kelamin wanita, dan gadis itu sama sekali bukan dewa Iatrikos yang ia cari sedari tadi,
“Ah! Sial! Aku salah lihat rupanya, ternyata dia manusia.” Sirius mendecak kesal sembari menatap tubuh gadis itu yang tampak tak sadar, Sirius pun langsung menggoyangkan sedikit tubuh gadis itu agar sadar,
“Hei gadis! Bangun!” Namun tak ada satupun respon pada gadis itu, dan Sirius mulai tampak khawatir,
“Apa… dia mati?”
Untuk mengetahuinya lebih lanjut, Sirius pun mendekatkan kepalanya tepat di dekat dada gadis itu –untuk mendiagnosa `apakah jantungnya masih berdenyut?’
“Heokh!”
Secara tiba–tiba gadis itu duduk terbangun dari pingsannya dengan mulut menganga, yang otomatis membuat kepala Sirius membentur dada gadis itu, dengan tentunya posisi kepala Sirius hampir mendekati ——
Butuh waktu lima detik untuk bisa memahami apa yang sedang terjadi sekarang, dan gadis itu pun langsung menunduk –menatap kepala orang asing yang tengah berposisi di dekat dadanya, gadis itu pun membelalakan matanya kemudian—
Buk!
“Akh!” gadis itu memukul kepala Sirius dengan ransel besarnya dengan membabi buta, membuat Sirius mengaduh berulang kali,
“Makhluk mesum! Apa yang kau lakukan tadi?” sahut si gadis dengan menatap Sirius galak, sementara Sirius langsung menjauhkan tubuhnya beberapa senti agar menjauh dari pukulan gadis itu, ia pun mengusap kepalanya sambil meringis,
“Aku tidak melakukan apa–apa! Lagipula kau tidak ingat kalau kau tadi tercebur di sana dan akulah yang menolongmu! Tadi aku hanya ingin mengetahui apa jantungmu masih berdetak? Dasar manusia tak tahu diri!” Sirius pun langsung berdiri lalu mendengus kesal, dan gadis itu sempat terdiam –masih dengan wajah galaknya kemudian langsung melongo, karena ia memang baru saja teringat, namun ia pun langsung menutupi wajah melongonya dengan wajah dingin,
“Baik, terima kasih, habisnya kau mengagetkanku! Aku kira kau itu hantu, bajumu itu sangat aneh, dan gara–gara kau, aku tidak bisa mengambil cincinku yang tercebur di danau tadi! Sekarang cincin itu hilang.” si gadis langsung berdiri kemudian memasang ranselnya dengan kasar, dan Sirius pun mendesis,

“Cih, hanya cincin saja, kupikir apa.” Sirius melipat kedua lengannya di dada lalu membuang muka, dan si gadis langsung mengamuk,
“Ya! Cincin itu sangat berharga tahu! Memangnya kau pikir kau itu siapa? berbicara seenaknya!” si gadis juga ikut melipat kedua tangannya di dada dengan emosi,
“Kalau kau mau tahu, aku ini adalah dewa Sirius, kau tahu bintang Sirius kan?”

Terdiam sejenak kemudian,

“Pfffftttt!!! Dewa Sirius? Puhahaha! Pantas saja orang ini tinggal di hutan, sifatnya sangat aneh.” Gadis itu tertawa terbahak–bahak seolah itu adalah lelucon yang paling lucu di alam semesta, dan Sirius pun langsung mendecak kesal,
“Apa–apaan kau? Kau tidak percaya? Aku ini baru saja tiba di hutan hari ini, jadi tempat asalku itu di bintang Sirius, tentu saja aku tidak bohong!” amarah Sirius tetap saja tidak di pedulikan oleh gadis cantik itu, dan Sirius merasa jengkel karena gadis itu adalah satu–satunya orang yang sama sekali tidak takut dengan amarahnya, tentu saja tidak takut karena Sirius tidak mengeluarkan seluruh amarahnya secara langsung,

“Aku akan membuktikan kalau aku ini memang dewa Sirius!” pekiknya semakin kesal, dan si gadis pun langsung meredakan tawanya meskipun masih tersisa sedikit.
Sirius pun sudah berancang–ancang mengeluarkan sayapnya dan tangannya seolah menengadah untuk mengeluarkan cahaya, matanya bahkan terpejam, si gadis sempat terdiam karena ingin tahu apa yang ia katakan itu benar adanya atau tidak, dan….
“Tidak ada apa–apa.” Ucap si gadis menatap keseluruhan tubuh Sirius dengan intens, dan hal itu membuat Sirius langsung membuka matanya karena kaget. Dan benar, memang tidak ada apapun yang muncul.
“Hei! Ada apa denganku?” Sirius menatap kedua tangannya dengan mata membulat, ia tak percaya jika hal itu terjadi padanya, ia memeriksa keseluruhan tubuhnya khawatir,
“Tunggu—” Sirius teringat sesuatu,
“Sirius, kau di lahirkan untuk menjadi dewa yang paling sempurna di antara yang lain, karena kau menguasai salah satu bintang dengan cahaya paling terang di alam semesta. Tugasmu adalah membuat cahaya bintang itu tetap bersinar terang. Namun, kau memiliki satu kelemahan.”
“Kelemahan apa?”
“Kau lihat planet itu?”
“Bumi?”
“Ya, bumi tidak di ciptakan hanya untuk hiasan belaka, bumi diciptakan untuk dihuni oleh bangsa manusia, dan jika sampai kau bersentuhan dengan manusia dalam jangka waktu lama, maka kekuatanmu akan hilang setengahnya, dan waktu untuk memulihkannya adalah 10 hari, dan jika sampai tersentuh lagi, maka waktu pemulihannya ditambah menjadi 100 hari. Kau mengerti?”
“Apa?”

“Oh gawat!” Sirius menganga karena panik, dan si gadis langsung kebingungan kemudian mendekati Sirius,
“Jangan dekati aku!” Sirius menjauhkan tubuhnya dari gadis itu dengan gemetar, dan karena mendengar itu, si gadis malah semakin mendekatinya karena bingung,
“Memangnya kenapa?”
“Ini semua salahmu!” Sirius malah beralih menyalahkan si gadis,
“Apa? Memangnya aku melakukan apa?”
Sirius menjambak rambutnya sendiri “Karena kau, kekuatanku hilang setengahnya!”
Sirius pun melanjutkan kalimatnya “Baru saja aku menolongmu saat tercebur, dan otomatis tanganku bersentuhan dengan tubuhmu, itu artinya….”
“Artinya?”
Sirius menjatuhkan tubuhnya sendiri “Artinya, aku akan terjebak di planet ini dalam waktu 10 hari tanpa kekuatan! Arrgghh!!! Bagaimana ini!!” Sirius mengacak rambutnya frustasi dan khawatir, dan si gadis hanya mendesis pelan,

“Ey, kukira apa, lagipula tinggal di bumi tidaklah buruk, kau akan mendapat banyak pengalaman di sini. Kujamin kau akan betah di sini.”
Sirius langsung mendongak menatap si gadis sambil merengek layaknya anak anjing yang tidak di beri makan, aish! Kebiasaannya mulai kambuh. Dan tatapan mata Sirius itu membuat si gadis merasa tidak tahan karena wajah Sirius terlihat sangat menggemaskan di matanya, terlihat lebih lucu di banding seekor anjing Chihuahua milik tetangganya.
Si gadis langsung menghela nafas pelan kemudian ia pun berjongkok –menyamakan posisinya sejajar dengan posisi Sirius,
“Aku memohon maaf soal itu, dan sebagai permohonan maafnya, aku akan menolongmu untuk menjalani hidup di planet ini, apapun itu! Jangan khawatir!” si gadis menggebuk dada kanannya seolah bersumpah dengan jiwa raganya, dan Sirius menatap gadis dengan mata yang seketika langsung menajam,
“Ya! Kau harus membantuku! Kalau tidak, aku akan membalasmu nanti! Ani—bahkan aku akan memanggilkanmu Chronos dan memintanya agar mengurangi sisa hidupmu lebih cepat! Awas kau!” ancam Sirius –masih menajamkan matanya,
Bomi memutar bola matanya malas “Aish! Terserah apa katamu itu.”
Sirius pun langsung berdiri –bersamaan dengan si gadis yang ikut berdiri,
“Aku akan mengawasimu, nona—“
“Bomi! Yoon Bo Mi!”
“Ah, ya! Aku akan mengawasimu Bomi –ya!”
Bomi mengangguk malas “Yeah yeah! Aku tahu, dan sekarang kita harus pergi dari sini!” Bomi ingin meraih tangan Sirius,
“AAA! Jangan pegang!” Sirius langsung menjauhkan tangannya, seolah takut tangannya akan di terkam, karena mengingat kelemahannya tadi, Bomi langsung menepuk jidatnya sendiri karena lupa,
“Ah, maaf aku lupa!” Bomi pun akhirnya mengambil sesuatu dari dalam ranselnya, sepasang sarung tangan hitam putih. Bomi pun memakai sarung tangan yang berwarna putih kiri, dan ia pun menyodorkan sarung tangan hitam kanan kepada Sirius,

“Untungnya ranselku anti air, jadi sarung tangan ini tidak basah, nah, dengan begini kita bisa bersentuhan bukan?”
Sirius mengangguk enggan sembari menerima sarung tangan hitam itu kemudian memakainya, masih dengan wajah dingin.
“Terima kasih.”

***
“By the way, kalau kau dewa Sirius, lalu kenapa kau berada di bumi ini? Apa kau ada perlu sesuatu di sini, atau… apa?” Bomi melangkah pelan sembari menatap Sirius heran, ingin tahu sesuatu perihal masalah Sirius, Sirius mempoutkan bibirnya,
“Sebenarnya keperluanku untuk ke planet ini hanya sebentar, aku sedang mencari Iatrikos, aku ingin meminta tolong padanya untuk..” Sirius menghentikan kalimatnya lalu tertunduk,
“Untuk apa?”
Sirius menggeleng “Aku tidak mau beritahu.”
Bomi tetap bersikeras “Untuk apa?!”
“Tidak! Kau akan tertawa jika mendengarnya!”
Bomi menepuk bahu Sirius untuk meyakinkan, dan Sirius sempat tersentak karena takut kekuatannya hilang untuk kedua kali hanya karena sentuhan Bomi, namun ia teringat kalau Bomi memakai sarung tangan, jadi ia bisa bernafas lega,
“Percaya padaku! Jika kau tidak bercerita, aku akan menghantuimu dengan pertanyaan tadi!”
“Serius?”
“Iya, tentu saja!”
Sirius menghela nafas berat dengan sedikit asap takut–takut “Untuk menjahit bajuku yang rusak.”

Setelah mendengar itu, Bomi nyaris menyemburkan liurnya karena menahan tawa, namun hanya nyaris, ia pun langsung menutup mulutnya dan tertawa sepuasnya di balik telapak tangan dengan suara kecil, aigoo, betapa lucunya dewa yang satu ini –pikirnya,
Sirius pun cemberut, “Sudah kubilang, kau akan tertawa jika mendengarnya!”
Bomi menggeleng tak percaya “Ya Tuhan, dewa ini benar–benar, ternyata baju dewa juga bisa rusak ya?” Bomi meredakan tawanya perlahan, Sirius menimpali,
“Tentu saja bisa, karena aku ini bukan 100% dewa, aku ini hanya setengah dewa.”
“Lalu setengahnya lagi apa?” ledek Bomi,
“Tentu saja manusia!”
Baru kali ini dewa Sirius cemberut, biasanya ia yang paling ceria di antara yang lain, ini semua karena ulah gadis yang satu ini, untung Sirius masih bisa bersabar, jika tidak?
“Kau kan tahu di bintang tidak mungkin ada mesin jahit, dan di antara yang lain, dewa Iatrikos adalah salah satu dewa yang bisa menjahit dan memiliki mesin jahit. Apalagi baju itu akan di pakai untuk perjamuan makan para dewa. Jadi sudah pasti baju itu adalah yang paling sempurna bagiku.” Sirius mencabuti serat jubahnya sendiri,
Bomi pun berkata “Manusia juga memiliki mesin jahit, namun tempatnya bukan di sini, tempatnya lumayan jauh sekali, sebenarnya tidak harus menggunakan mesin jahit sih, kita juga bisa menggunakan jarum biasa dan benang, entah itu cocok untuk baju dewa atau tidak.” Bomi menggidikan bahu,
Sirius pun memilih untuk mengalihkan topik pembicaraan “Oya, ngomong–ngomong juga, apa rumahmu di dekat hutan ini atau kau tinggal tempat lain?”
Bomi menghela nafas panjang kemudian meregangkan tangannya ke depan “Sebenarnya aku tinggal di perkotaan, tapi tujuanku di sini adalah menyelesaikan tugas observasi alam perkelompok, namun aku terpisah dari rombongan,” Sirius menatap Bomi sedikit kaget,
Bomi melanjutkan kalimatnya kemudian berjalan dengan sedikit ceria “Tapi aku tak peduli. Lagipula dengan begini, aku bisa bebas dari tugas skripsiku yang luar biasa menumpuk dan membuatku hampir gila, aku tipe orang yang suka dengan hutan, jadi menurutku tinggal di hutan itu bukanlah masalah besar. Toh, keluargaku tak akan ada yang peduli.”
Sirius pun bertanya heran “Skripsi itu apa?”

Bomi menatap Sirius sedikit bingung karena sulit menjelaskannya “Yah… itu semacam… bagaimana menjelaskannya ya? Ah! Dalam dunia dewa sepertimu, itu semacam amanah yang di berikan guru besarmu dan tugasmu adalah menyelesaikannya dan setelah menyelesaikannya, kau akan di beri penghargaan. Kalau aku menjelaskan arti yang sebenarnya, kau akan semakin tak mengerti karena itu adalah urusan manusia.” Bomi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal,
Sirius malah tersenyum senang “Bukankah itu bagus? kau di beri amanat oleh guru, kemudian mendapat penghargaan karena kau dapat menyelesaikannya?”
Bomi mendecak kesal “Bagus apanya? Tentu saja aku di beri amanat penting, tapi amanat itu luar biasa sulit, banyak, dan itu menyiksamu! Jika kau merasakannya, kau tidak akan bisa tidur dengan nyenyak, kantung matamu akan membengkak dan hitam, berat badanmu akan menurun karena kau hanya sempat memakan secuil roti –ani! Bahkan tidak memakan apapun! Jika itu terjadi terus menerus. Kau. Akan. Mati. Konyol.”
Sirius hanya tertawa renyah –bermakna remeh “Begitu saja sudah menyerah, kau tidak akan tahu dan tidak akan pernah merasakan bagaimana lelahnya mempertahankan bintang Sirius agar tetap bersinar selama bertahun–tahun. Agar orang dapat menyaksikan betapa indahnya mahakarya milik penguasa alam semesta ini. Dan untungnya aku di karuniai wajah awet muda selamanya, jika tidak? Mungkin sekarang kau akan menemuiku dengan rambut beruban dan berjenggot dan bertubuh layu dan gemetar.” Sirius melipat kedua lengannya didada dengan acuh, Bomi mendesis,
“Kalau begitu, kita sama–sama merasakan amanat yang berat, skripsi berat bagiku, menjaga bintang Sirius juga berat bagimu, kita sama–sama merasakan tanggung jawab yang sulit, sebagai manusia dan sebagai setengah dewa, dengan begitu kita impas kan?”

***
“Bomi –ya, apa kau tidak lapar?”
“Ah! mana mungkin seorang Yoon Bomi lapar, lagipula aku sudah makan lima kali sehari.”
“Hah?! Apa aku tak salah dengar? Lima kali… porsi makanmu itu…”
Bomi tersenyum nyinyir, “Maksudnya, dua kali saat kemarin, sisanya seminggu yang lalu.”
Sirius mendesis “Lebih baik kau tak usah berbicara.”
Bomi mengibas tangannya remeh “Ey! Jangan pedulikan aku, lagipula—“

Kruyuk~

“Eomma.” Bomi mematung seketika di tempatnya, pipinya langsung memerah seperti udang yang baru saja di rebus beserta tangannya yang turut memegangi perutnya malu –lebih tepatnya mencengkram, namun tak kuat, mengetahui itu, Sirius pun langsung menahan tawanya yang hampir saja menyembur keluar.

“Sungguh! Itu bukanlah suara perutku! Bisa jadi itu adalah suara… hewan tanah!”
“Hewan tanah macam apa itu? Mungkin saja itu suara hewan kelaparan yang sekarang ini tengah bersarang di perutmu.”
Bomi tergidik takut “Ah! seram sekali jika sampai ada hewan bersuara di perutku! Aku tidak lapar, sungguh..”
“Tukang bohong, kalau tidak lapar, kenapa kau memegang perutmu sendiri?”
“Itu. Itu. Bukan!! Ya, Sirius! Kau percaya padaku kan?”
“Tentu saja aku percaya padamu, dan semakin percaya jika Yoon Bo Mi yang sekarang memang sedang lapar.”
Akhirnya mereka menghentikan perjalanan mereka di sebuah padang rumput yang sangat luas membentang, dan mereka pun sekarang bisa merasakan angin sepoi–sepoi secara langsung yang menerpa seluruh tubuh mereka tanpa harus terhalau oleh pohon–pohon tinggi, Sirius pun menoleh ke sekitar arah untuk memastikan bahwa tempat mereka memang aman untuk di tempati, tidak akan terjangkau hewan buas, paling–paling hanya seekor semut yang akan siap menggigiti tubuh mereka.
“Kita beristirahat di sini saja.” Usul Sirius, Bomi pun mengiyakan meski sedikit kikuk.
Bomi pun menjatuhkan ranselnya, membuka resleting, kemudian mengeluarkan tenda lipat dan beberapa peralatan lain, Sirius pun menatapnya heran,
“Apa yang kau pegang itu?” Sirius beralih mengambil tenda lipat itu tanpa izin dari tangan Bomi,
“Itu…semacam rumah sementara jika kita sedang perjalanan, namanya tenda.” Ujar Bomi dengan sedikit bingung karena ia tidak begitu yakin bahwa ia memberi jawaban yang benar, Sirius pun merasa takjub,
“Woah! Rumah hanya sekecil ini? Keren!” Sirius malah melompat karena senang seperti anak kecil yang di belikan mainan baru, Bomi pun memutar bola matanya malas, ia pun kembali mengambil tenda lipat yang Sirius yang pegang tadi.

Setelah tenda lipat itu bertransformasi menjadi sebuah tenda yang lumayan besar, Bomi pun menyiapkan sesuatu dari dalam ransel berukuran jumbonya itu, dan tampaknya ia seperti menciptakan kejutan dari dalamnya,
“Oya, soal tadi, aku menyerah. Aku memang sebenarnya lapar,” ucap Bomi, Sirius pun mengerjap pelan kemudian tertawa remeh,
“Sudah kuduga.”
“Tapi!” Bomi bersahut tiba–tiba,
“Tuan Sirius, kau tidak perlu mengkhawatirkan seorang gadis tersesat yang hidup di abad ke–21, karena si gadis itu memiliki ini!”
Bomi pun mengeluarkan sesuatu dari dalam ranselnya,
“Jjang!” sahut Bomi dengan suara imutnya bersamaan dengan dua bungkus roti yang di maksud Bomi tadi,
“Ah! roti! Aku suka itu!” Sirius langsung mendekati Bomi dan meraih salah satu roti itu dengan wajah lucunya yang mulai kambuh, Bomi pun seketika melongo heran,
“Kau tahu roti? Biasanya kau kan tidak tahu apa–apa soal ini.” Bomi menggaruk kepalanya bingung, Sirius menimpali,
“Tentu saja aku tahu roti! Roti itu sudah ada sejak abad sebelum masehi, dan di perjamuan makan para dewa, roti juga biasanya di sediakan.”
Bomi pun membulatkan mulutnya tanda mengerti “Ternyata begitu. Ya sudah, aku punya persediaan 2 potong roti lagi, dan mulai sekarang kita harus berhemat sekarang.” Bomi memulai membuka bungkus rotinya, Sirius pun mengangguk antusias.
***

—21.43 KST—
Suara seekor burung hantu sedikit mewarnai nuansa malam menjadi sedikit mencekam di luar sana, asap di ujung kayu bakar perlahan naik –tanda api sudah padam, hanya saja masih sedikit ada percikan api di ujungnya, satu buah tenda berukuran sedang yang tersinari cahaya remang–remang di dalamnya seperti sebuah lantern untuk perayaan tahun baru china, tenda itu sudah pasti terisi dua makhluk yang memiliki fisik yang sama, namun jenis yang berbeda, tampaknya tenda itu hanya terisi dengan keheningan, hanya ada deraan nafas masing–masing di antara mereka, dan tampaknya posisi telentang mereka saling berjauhan satu sama lain, kecanggungan seolah menjadikan bisikan di masing–masing telinga mereka.
Yah, daripada canggung seperti itu, Bomi berinisiatif untuk memulai percakapan, tapi sebelumnya Bomi memilih untuk menusuki lengan Sirius dengan telunjuknya, memastikan apa Sirius sudah tidur atau belum, dan—
“AAAK! Jangan sentuh aku!” Sirius menjauhkan tubuhnya dari Bomi beberapa inci, padahal tangan Bomi sudah mengenakan sarung tangan, sepertinya Sirius tidak mudah terbiasa dengan hal ini, Sirius pun menghela nafas pelan setelah menyadari itu kemudian kembali telentang seperti semula, Bomi pun mendecak kesal,
“Kau ini takut sekali jika aku sampai menyentuhmu, padahal aku kan sudah mengenakan sarung tangan. Lagipula jika aku menyentuhmu dengan tangan langsung, kau hanya akan terjebak selama 100 hari di bumi kan? Bukankah itu tidak masalah?”
Sirius pun langsung duduk dengan tiba–tiba, tak kalah kesal “Ya! Kau belum mengetahui hal ini! Yah yah memang ini salahku karena aku lupa menceritakannya sejak awal. Jadi jika aku bersentuhan dengan manusia secara sengaja dan di sadari, maka aku akan di penjara oleh dewa Pagoma selama 10 tahun di planetnya, dan itu, planet es! Dan jika hal mengerikan itu terjadi dua kali, aku akan di penjara selama 100 tahun. Kau mau hal itu terjadi?”
Bomi malah meledek “Jika hal tadi terjadi tiga kali?”
“Lebih baik kau mati saja.”
Sirius menghela nafas pelan, kemudian melanjutkan kalimatnya “Kalau kejadian tadi pagi, aku menyentuhmu secara sengaja tapi aku sendiri tidak menyadarinya karena aku lupa, maka dari itu aku selamat–selamat saja, tapi aku harus merelakan kekuatanku sendiri.”
Bomi pun menggeleng tak percaya “Ck ck, hukum dalam kehidupan dewa sangat ketat ya.” Bomi melipat kedua lengannya di dada,
“Ya, kurang lebih seperti itulah.” Sirius mengacak–acak rambutnya kemudian kembali berbaring di kasur, menaikkan selimutnya hingga ke dada,
“Oya, tadi kau mau bertanya apa?” tanya Sirius, menatap Bomi,
Bomi kembali berbaring pula, “Um, bagaimana rasanya hidup sebagai dewa?”
Sirius menjadikan lengannya sebagai bantalan kepalanya, “Entahlah, kurasa tidak ada istimewanya sama sekali.”
Sirius menatap langit–langit tendanya dalam diam “Tapi, ada bagusnya juga, menjadi dewa membuatmu merasa bahwa kau adalah makhluk yang berguna. Yang membuat orang–orang bisa memahami apa kehidupan sebenarnya, darimana ia berasal? Dan, bagaimana ia tercipta? Siapa yang menjaganya agar tetap seperti itu terus?”
Sirius melanjutkan kalimatnya, “Seperti tugasku dalam kehidupan ini, menjaga bintang Sirius agar tetap bersinar hingga ajal bintang itu berakhir, agar orang bisa merasa bahagia dan tahu betapa indahnya cahaya yang terpancar dari bintang itu. Meski bintang itu nantinya juga akan mati dan hitam –setidaknya orang itu masih bisa mengingat bahwa bintang itu pernah bersinar sangat terang. Cahayanya akan menggoreskan kenangan indah di hati seseorang itu.”
Bomi merasa sedikit terharu mendengarnya, kemudian matanya sedikit memerah, bahkan suaranya terdengar lemah “Jika, bintang Sirius mati, lalu bagaimana dengan nasibmu nanti?”
Sirius menggigit bibir bawahnya seolah kalimat yang akan ia lontarkan terasa berat untuk di ucapkan, “Jika ia mati, tentunya tugasku akan selesai dan aku juga akan mati seperti bintang itu.”
Karena merasa tak enak hati dengan Bomi, Sirius langsung memperbaiki kalimatnya, “Tapi kau jangan khawatir, bintang Sirius itu masih memiliki sisa hidup sekitar beberapa miliar tahun lagi.”
Hening,
Tak ada secuilpun reaksi dari Bomi, dan ternyata Bomi sudah tertidur pulas di sampingnya, ternyata mata Bomi memerah bukan karena ingin menangis, tapi karena ia memang sudah mengantuk, ya Tuhan.
“Ah, gadis ini benar–benar..”
Sirius pun mematikan lampu yang bertengger di atas, kemudian membenarkan posisinya agar nyaman untuk tidur. Akhirnya satu tenda itu pun sudah benar–benar terisi dengan kedamaian di dalamnya. Luasnya kanvas hitam, serpihan kelap–kelip menjadikan percikan seni di dalam kanvas itu.
Tampaknya ratusan kunang–kunang mulai bertebaran di daerah sana menghiasi sekitar tenda.

Seandainya mereka berdua mengetahui betapa indahnya pemandangan sekarang dan segera keluar tenda.

–to be continue.

2 responses to “[Freelance] SEMIDIOSES DE SIRIUS #1

  1. rada konyol juga ya hukum alam diplanet sirius gk boleh bersentuhan
    tapi mereka bakal kejebak terlalu lama buat saling membantu

Leave a comment