A Supplementary Story: I Miss You [Blood Sweat & Tears sequel]

ynwa5

ohnajla | romance, songfic, friendship, marriagelife, teen | G | oneshoot |

Min Yoongi aka SUGA BTS

Oh Sena (OC)

Member EXO (cameo)

Past the cold winter

Until the spring day comes back

Until the flowers bloom

Will you stay there a little longer

Will you stay

—Spring Day (BTS) —

Blood Sweat & Tears

 

Sena dan Yoongi benar-benar melangsungkan pernikahan mereka pada tanggal 15 Agustus bersama dengan enam pasangan lain di pantai Busan. Pertemuan antara Sena dengan enam lelaki itu ditambah dengan teman-teman wanitanya masa SMA benar-benar mengharukan. Sekarang perasaan Sena sudah berbeda ketika melihat Taehyung. Ia tak punya sisa perasaan sedikitpun pada pria itu. Sempurna hilang, dan hanya tersisa perasaan dari sahabat pada sahabat. Mereka berdua berpelukan di hari itu dan Taehyung pun mengenalkan calon istrinya.

“Namanya Lee Soomi, teman sekampusku.”

Soomi adalah gadis cantik yang berkharisma. Warna kulitnya sebelas duabelas dengan Taehyung, mungkin karena jodoh. Matanya bulat lucu dan badannya mungil berisi. Dia menyapa Sena dengan ramah, dan tanpa bisa direm, mereka berdua pun terlibat perbincangan panjang lebar yang mampu menghabiskan waktu dua jam. Taehyung dan Yoongi sampai harus bekerja sama untuk memisahkan mereka.

Dan Jimin … yah … laki-laki itu kini sudah tidak sendirian lagi. Dia membawa seorang gadis berambut bob yang imut dan punya senyum angelic, lagi-lagi sebelas duabelas dengan Jimin. Sepertinya yang namanya jodoh memang tidak jauh-jauh.

“Aku Oh Sena.”

“Aku tahu. Jimin selalu menceritakanmu padaku.”

Sena menoleh pada Jimin dengan kedua alis terangkat. Sementara laki-laki itu hanya bisa menggaruk tengkuknya canggung.

“Dia sangat menyukaimu, Sena-sshi. Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba dia melamarku. Oh ya, namaku Yoon Seol.”

Yoon Seol atau yang bisa disapa Seol adalah gadis yang bertemu dengan Jimin secara tidak sengaja di pinggir jalan. Kisah yang cukup aneh. Seol tak sengaja melihat Jimin yang sedang meracau di jalan dekat kompleks rumahnya saat sedang membuang sampah. Laki-laki itu berbicara pada dinding, yang intinya dia belum bisa melupakan Sena. Karena mabuk yang parah itu, juga Jimin yang tidak memberitahu alamat tempat tinggalnya, terpaksa Seol membawa laki-laki itu ke rumahnya. Dan sejak saat itulah mereka mulai dekat. Dari yang awalnya teman curhat, lalu secara bertahap berkembang menjadi calon istri.

Pernikahan serentak ketujuh pasangan itu memang yang paling unik. Pantai Haeundae dipenuhi oleh tamu undangan. Ada teman-teman kuliah, ada teman-teman SMA, SMP, SD, sanak saudara, bahkan Yoongi membawa beberapa reporter –yang sebenarnya tidak diundang- untuk mengabadikan momen bahagia ketujuh pasangan itu.

Dan hari bahagia itu sudah berlalu tiga bulan yang lalu. Sekarang bulan November, sebentar lagi musim dingin akan datang.

Karena jadwal kuliah Sena yang cukup padat, mereka berdua baru bisa pergi berbulan madu hari ini. Lokasi yang mereka pilih tidak jauh. Mereka yang kini tinggal di Daegu, memutuskan untuk berbulan madu di Busan.

“Menurutmu yang mana yang harus kubawa?” tanya Sena setelah berdiri di depan Yoongi sembari mengangkat dua bikininya.

Yoongi mengerutkan dahi sambil melihat dua bikini itu sebentar, lalu ia pun mendengus geli. Ditunjuknya bikini bermotif seperti kulit macan tutul yang ada di tangan kiri Sena. “Kau yakin akan memakai yang seperti ini di sana? Sebenarnya kau akan menggoda siapa memakai yang seperti ini?”

Sena berdecih. “Tentu saja menggodamu, siput. Memang untuk siapa lagi aku membeli bikini seperti ini?”

Sekarang Yoongi malah tertawa. “Yaa, menurutmu kalau kau memakai itu di pantai, apa hanya aku yang akan melihatmu? Pria lain juga akan melihatmu, bodoh. Memakai itu sama saja kau berusaha menggoda semua pria yang ada di pantai.”

Sena mendengus. “Lalu yang ini?” Ia mengangkat tangan kanannya, memperlihatkan satu bikini lagi berwarna pink.

Yoongi mengelus-elus dagunya dengan tangan kanan sambil mengamati bikini kedua. “Sebenarnya aku masih tidak suka karena itu masih akan memperlihatkan perutmu.”

“Oh plis, sekarang kita membicarakan bikini, bukan dress.”

Laki-laki itu tersenyum tipis, memindah kedua tangannya ke belakang untuk menopang tubuhnya. “Oke, yang itu lebih baik.”

Tapi bukannya senang, Sena justru cemberut. “Ternyata benar, seleramu itu payah sekali. Harusnya yang ini tidak perlu kubeli saja agar kau tidak memilihnya.”

“Kalau memang sudah tahu kenapa masih dibeli?” Yoongi menarik lengan Sena sampai gadis itu terduduk di salah satu pahanya. “Kau ‘kan tahu sendiri kalau aku tidak suka melihat gadisku memamerkan tubuhnya pada orang lain.” Satu kecupan mendarat di pipi Sena.

“Tapi aku juga ingin seperti gadis yang lain. Lagi pula tujuanku membeli bikini yang semacam kulit hewan ini bukan untuk menarik perhatian orang lain. Aish, kau tidak paham apa-apa soal wanita ternyata.”

Yoongi terkekeh. “Arasseo, kau boleh membawa dua-duanya. Asalkan—” Dia menjeda perkataannya sebentar untuk melingkarkan lengannya di pinggang Sena. “Hanya boleh dipakai saat bersamaku.”

Binar di wajah Sena pun perlahan muncul. “Nah, itu baru jawaban yang kutunggu.”

“Tsk, jadi maksudnya kau sedang menjebakku?”

Ani. Kenapa juga aku harus menjebakmu kalau aku tahu kau pasti akan mengatakannya?”

Yoongi menyeringai. “Sepertinya kau sedang minta dihukum.”

Sena langsung melemparkan dua bikininya ke sofa dan memindahkan tangannya di leher Yoongi, siap mencekik. “Sedikit saja kau bergerak, tangan ini akan langsung memutuskan lehermu.”

Aigoo … ternyata kau kejam juga ya pada suamimu. Hah … aku menyesal kenapa harus menikahimu, padahal di London ada banyak sekali gadis-gadis yang lebih cantik darimu. Beberapa dari mereka bahkan mengirimiku surat cinta.”

“APA?! KATAKAN SEKALI LAGI!” teriak Sena yang mungkin sebentar lagi akan meledak.

Yoongi pun tersenyum manis memamerkan gigi-gigi kecilnya yang lucu. “Love you, babe.”

“BUKAN YANG ITU! ULANGI YANG SEBELUMNYA!”

Masih dengan wajah tanpa dosa, Yoongi mengulangi ucapannya sendiri. “Love you, baby~~ Love you love you~~”

Laki-laki itu langsung menjerit saat pipinya ditarik secara tak manusiawi oleh jari mungil Sena.

“Kubilang bukan yang itu. Tapi yang sebelumnya! Berani-beraninya kau bilang menyesal menikahiku! Dasar siput tak tahu diuntung! Kalau memang kau menyesal kenapa tidak ceraikan aku sekarang, huh?! Kenapa kau tidak tinggal selamanya di London dan tidak usah bertemu denganku lagi, huh?! Dasar! Kau pikir sudah berapa banyak pria yang kutolak hanya karena aku yakin kau pasti akan datang?! Argh!!! Aku ingin sekali memakan pipimu!!”

Appo! Appo! Yaa! Lepaskan dulu. Akh!”

Sena pun melepaskan cubitannya. Bekas cubitan itu sekarang berubah warna menjadi merah, membuat wajah Yoongi terlihat seperti sedang merona.

Tampak lucu mungkin, Sena kembali meletakkan tangannya di pipi Yoongi, menangkupnya.

Gwiyeowo gwiyeowo~~”

Yoongi mengerang karena kepalanya digerak-gerakkan ke kanan kiri sampai pusing. Dia pun meraih tangan Sena dan memaksa untuk melepaskannya.

“Pusing.”

Kegilaan Sena masih belum berhenti sampai di situ. Beberapa detik kemudian dia sudah merangkul leher Yoongi dan memberi laki-laki itu ciuman kilat di bibir.

Sudah pasti Yoongi terkejut. Dan itu terwakili dengan jelas sekali melalui ekspresinya.

Sena tersenyum sampai matanya berbinar-binar. “Kau ini sudah tua tapi imutnya awet sekali ya. Andwae, kau tidak boleh melirik gadis mana pun, Min Yoongi. Kau hanya boleh melihatku, tidak boleh melihat yang lain, arasseo?”

Yoongi tersenyum tipis. “Memang siapa juga yang bilang kalau aku ingin melirik gadis lain, huh? Kalau aku memang ingin, sudah pasti kulakukan sejak dulu.”

“Pokoknya tidak boleh. Kau. Hanya. Boleh. Melihatku. Aku. Mengerti?”

Yoongi mengangguk patuh seperti anak TK yang diberi wejangan oleh gurunya. Dia tersenyum tipis saat gadisnya tiba-tiba memeluknya erat sekali.

“Rencana berapa?”

“Kau maunya berapa?”

“Aku duluan yang tanya.”

“Aku sih terserah padamu.”

Yaa, aku tanya karena aku ingin mendengar pendapatmu.”

“Aku ikut pendapatmu saja.”

“Aish, sudah kubilang aku ingin mendengar pendapatmu.”

“Aku itu fleksibel, mau berapa pun aku siap.”

“Berapa pun itu berapa?”

“Sudah kubilang terserah padamu.”

“Aku ingin mendengar pendapatmu dulu.”

“Kau dulu.”

“Oh ayolah, beritahu aku berapa~~”

“Kau sendiri maunya berapa?”

“Min Yoongi!!”

“Oh Sena!”

Mereka saling berpandangan untuk waktu yang cukup singkat sebelum kemudian mereka tertawa bersama.

“Hei aku serius.”

“Aku juga.”

“Min Yoongi ~~ ah jebal~~”

“Bagaimana kalau satu?”

Shireo, kasihan dia kalau tunggal. Bagaimana kalau dia kesepian sewaktu kita meninggalkannya sendirian di rumah?”

“Kalau dua?”

“Itu masih kurang. Kalau mereka berbeda jenis, bisa-bisa mereka akan ribut setiap hari.”

“Oke, tiga?”

“Tiga itu ganjil, dan karena ganjil maka tidak seimbang. Bagaimana kalau yang dua itu namja yang satu yeoja? Kasihan anak kita yang perempuan. Dia pasti akan dibully habis-habisan oleh saudaranya.”

“Empat?”

“Hm—”

“Lima?”

“Enam?”

“Tujuh?”

“Delapan?”

“Sembilan?”

“Sepuluh?”

“Seratus?”

Yoongi meringis ketika dadanya dipukul. Tapi detik berikutnya dia tertawa geli. “Sudah kubilang aku terserah padamu saja. Mau sampai seratus pun aku mampu.”

“Kalau kau maunya seratus, lahirkan saja sendiri.”

“Ey … masa laki-laki melahirkan?”

“Salahmu bicara yang tidak-tidak.”

“Ya ya ya, semuanya salahku. Aku yang salah. Oh ya, ngomong-ngomong, badanmu berat juga ya, hehe. Kakiku kram.”

PLAK!

Sena langsung beranjak, meraih bikininya dan keluar dari kamar. Meninggalkan Yoongi yang mengaduh kesakitan karena sekali lagi pipinya menjadi korban. Wow, Sena sudah melakukan banyak sekali tindak kekerasan hari ini. Ternyata menikah tidak membuat keduanya menjadi rukun, justru, makin dipukul makin sayang.

Yoongi tersenyum-senyum misterius sebelum ikut beranjak mengejar gadisnya.

“Gendut!! Hati-hati jalannya! Nanti kalau kau tersandung bagaimana?! Oy Gendut sayang~~”

Sena dan Yoongi pergi ke Busan dengan kereta. Sebenarnya Yoongi sudah punya mobil sendiri begitu juga lisensi mengemudi, tapi Sena merengek ingin naik kereta. Katanya ingin ikut merasakan sensasi seperti di film Train to Busan. Jadi ya sudah, Yoongi menurut saja.

Berangkat dari Daegu sore hari, mereka baru sampai hotel pada malam harinya. Pukul 8 tepat.

Sena langsung melompat ke ranjang besar yang akan menjadi tempat tidur mereka selama tiga hari ke depan. Sementara Yoongi sibuk menata barang-barang bawaan mereka di sudut lain ruangan.

“Aku lelah … aku mengantuk….” gumam Sena sambil berguling-guling di kasur sampai kebablasan dan tersungkur ke lantai.

Yoongi menggeleng pelan. Mendekat, membantu gadisnya untuk naik lagi di kasur.

“Sakit … hiks.”

Gwaenchana, kepalamu tidak berdarah. Sudah, berbaringlah lagi.”

“Kau mau kemana?” tanya Sena saat dilihatnya Yoongi justru beranjak meninggalkannya.

Yoongi menoleh, memberinya senyum misterius. “Melayani ratu.”

Ne? Apa maksud—Yaa! Min Yoongi!”

Sena memandang pintu kamar hotel mereka heran. Sebenarnya ada apa dengan Yoongi? Melayani ratu katanya? Ratu siapa? Apa jangan-jangan ratu Inggris sedang datang berkunjung kemari? Ey … kalaupun iya lalu apa urusannya dengan Yoongi-nya? Tch, bahkan sudah menikah saja dia masih sangat misterius.

Dia pun memutuskan menunggu sambil berbaring di ranjang.

Tak lama kemudian Yoongi datang. Bersama sebuah kereta dorong berisi berbagai macam jenis makanan.

Sena reflek duduk. Mengangkat alisnya tak percaya melihat apa yang dibawa Yoongi.

“Dapat darimana—”

“Belilah. Memangnya yang seperti ini jatuh dari langit?” balas Yoongi ketus sambil tersenyum. Dia pun duduk di sebelah gadisnya setelah membuka satu persatu tudung saji. Lalu ia menyerahkan segelas wine pada Sena.

“Tidurlah setelah menghabiskan semua ini. Besok kita akan sangat sibuk, sayang.”

Sena tersenyum tipis ketika Yoongi mengajaknya bersulang. Dia yang memang sudah kehausan langsung menghabiskan wine itu dalam sekali teguk.

Yoongi tersenyum geli melihat tingkah gadisnya. Namun senyumnya langsung hilang begitu ponselnya berbunyi. Ia pun meletakkan gelasnya di atas kereta dorong itu dan mengambil ponselnya dalam saku. Ia berdecak melihat kontak di layar ponselnya itu.

“Siapa?”

Ia pun menoleh. Sena menatapnya penuh tanya dan mencoba untuk mengintip tapi dia sudah duluan menjauhkan ponsel itu dan memasukkannya kembali ke dalam saku. “Bukan apa-apa.”

Dahi Sena mengerut. Tidak biasa-biasanya Yoongi menolak menunjukkan siapa orang yang menelepon. Tapi untuk kali ini Sena hanya menggendikkan bahu. Dia mengangguk saat Yoongi bertanya apakah dia mau tambah wine.

“Sebentar lagi musim dingin, kau yakin mau pakai bikini ke pan—”

Kriing! Kriing!

Lagi-lagi ponselnya berbunyi. Yoongi mengeluarkannya, langsung menolak panggilan tanpa pikir panjang. Dan memasukkannya ke dalam saku lagi. “Bagaimana kalau di pantai kau tidak usah—ARGH!!”

Sekali lagi kalimat Yoongi terpotong karena ponselnya yang lagi-lagi berdering. Dia melihat layar ponselnya dengan kesal dan sudah berniat melepas perangkat-perangkat di dalamnya namun berhenti setelah Sena menyentuh lengannya. Dengan ponsel yang masih berdering-dering menyebalkan, mereka berdua saling menatap.

“Angkat saja. Bisa jadi itu penting.”

Yoongi berharap Sena akan menarik kembali kata-katanya, namun gadis itu justru makin memaksanya untuk mengangkat panggilan yang tak diinginkan ini.

Demi gadisnya, ia pun mengangkat panggilan itu.

“KEMANA SAJA KAU, HUH?! KENAPA TIDAK ANGKAT TELEPONKU?!!”

Dia menghela napas. “Harusnya yang marah-marah di sini adalah aku, brengsek. Kau sudah menghancurkan honeymoon-ku!”

“Persetan dengan honeymoon! Lisa sudah marah-marah karena kau tidak segera datang ke London! Kau lupa kalau kau sekarang adalah pianis? Kau lupa kalau mulai besok kau akan mengadakan world tour?!

Yoongi menepuk dahinya. Ya, dia lupa. Sial, kenapa aku bisa sampai lupa. “Batalkan saja.”

MWO?! Dasar anak ini. Lisa sudah menghabiskan banyak uang untuk menyebarkan pengumuman world tour-mu, bodoh! Tiket konsermu bahkan sudah sold out! Bagaimana bisa kau dengan begitu mudahnya menyuruhku membatalkannya?!”

Laki-laki itu memijat keningnya yang mulai berdenyut-denyut. “Aku benar-benar tidak bisa sekarang. Aku sedang—”

“Kau bisa mengganti hari honeymoon-mu nanti! Pokoknya aku tidak mau tahu! Besok pagi-pagi sekali kau sudah harus berangkat dari sana! Titik!”

Tuut tuut.

Perlahan Yoongi menjauhkan ponselnya dari telinga. Menunduk. Menoleh saat sebuah tangan menyentuh lengannya.

“Ada apa?”

“Sepertinya aku harus pergi besok.”

Jelas sekali tersirat kekecewaan di wajah Sena. Namun gadis itu berusaha menutupinya dengan senyuman. “Masalah pekerjaanmu kah?”

Yoongi mengangguk. “Aku lupa kalau mulai besok aku akan mengadakan world tour.”

“Sampai kapan?”

Yoongi memandangnya lamat-lamat. “Januari.”

Sudah dua kali terpancar kekecewaan berat di wajah Sena. Dan sekarang sepertinya dia sudah tidak bisa menutupinya lagi. Dengan gerakan sedikit terburu-buru dia pun menuangkan wine dari botol ke dalam gelasnya sampai penuh, lalu meminumnya dalam sekali tarikan napas. Dadanya naik turun usai mengosongkan gelas tersebut.

Di sampingnya, Yoongi tak tahu harus berbuat apa. Dia juga sama kecewanya. Kenapa juga dia sampai lupa kalau dia akan mengadakan world tour selama dua bulan lebih. Ceroboh sekali. Mana dia sudah menyewa kamar hotel ini selama tiga hari empat malam untuk mereka berdua. Sudah merencanakan makan malam romantis di hari terakhir honeymoon mereka. Dan ternyata … semua itu dirusak oleh satu telepon dari manajernya. Sial.

“Ada soju di sini? Aku ingin minum sekarang.”

Pagi-pagi sekali Yoongi sudah berangkat ke bandara. Dia berangkat saat Sena masih tidur. Tanpa mau membangunkannya, ia meninggalkan secarik kertas yang ia selipkan di bawah ponsel gadisnya. Lalu mengecup dahi Sena selama 30 detik dan pergi.

Sena bangun saat Yoongi sudah ada di pesawat. Seperti kebiasaannya, dia mengambil ponsel setelah matanya terbuka dan melihat kertas yang jatuh. Diambilnya kertas itu.

Aku meninggalkan kertas ini karena tidak mau membangunkanmu. Aku berangkat, Sayang. Maaf, karena kecerobohanku aku sudah membuat honeymoon kita rusak. Aku janji aku akan menggantinya di hari lain, saat tidak ada siapa pun yang berani merusak acara kita. Sekali lagi maafkan Siput yang tak tahu diuntung ini.

Tetaplah tinggal di hotel sampai dua hari ke depan. Aku sudah pesankan makanan untukmu. Pulangnya, jangan naik kereta sendiri. Aku sudah hubungi Jungkook untuk mengantarmu pulang. Kalau kau bosan sendirian di hotel, pergilah ke rumah Jimin. Kutuliskan alamatnya di bawah, tanyakan pada sopir taksi. Jangan pergi kemana-mana, um?

Mungkin aku akan sulit dihubungi mulai hari ini. Tapi akan kuusahakan untuk selalu menghubungimu.

Makan harus tepat waktu. Tidur jangan terlalu malam. Dan jangan minum soju selama aku tidak ada. Aku akan pulang secepat mungkin.

Love you.

Min Yoongi

Sena menghela napas lalu melipat kertas itu sampai seukuran ponselnya. Dia kembali berbaring. Memandang ruang kosong di sebelahnya dengan tatapan sendu.

“Tch, siput itu benar-benar. Dia pikir tidur sendirian itu enak? Awas saja kau nanti.”

Merasa bosan hanya tidur-tiduran di hotel, Sena pun memutuskan untuk pergi ke rumah Jimin. Seperti yang diperintahkan Yoongi, dia menunjukkan alamat rumah Jimin pada sopir taksi. Dan sopir itu mengantarnya ke sebuah kompleks apartemen yang lokasinya cukup dekat dari pantai.

Ia pun turun setelah membayar, lalu masuk ke dalam gedung itu menuju lantai lima. Di sanalah Jimin dan Seol tinggal. Saat Sena menekan bel, tak lama kemudian seorang laki-laki berkacamata muncul.

Annyeong.”

Laki-laki berkacamata itu mengerjap-ngerjap sebentar.

“Itu siapa, Sayang?” tanya seorang wanita dari belakangnya yang tak lama kemudian ikut muncul.

“Sena?!”

Dan Sena pun dipersilahkan masuk. Baru menginjakkan kaki di dalamnya, dia sudah disambut dengan aroma bedak bayi. Benar saja, di ruang tengah, lebih tepatnya di sebuah kotak, terdapat bayi mungil yang sedang menggeliat-menggeliat lucu. Melihatnya membuat Sena mengangkat alis sambil memandang Jimin dan Seol bergantian.

Otomatis Seol menggeleng cepat. “Itu bukan bayi kami, serius. Itu bayi kakakku. Dia ada urusan di Gwangju jadi dia menitipkannya pada kami.”

Sena menghela napas lega. Bagaimana tidak curiga? Jimin dan Seol baru menikah tiga bulan yang lalu sama sepertinya dan Yoongi, mana mungkin sekarang sudah punya bayi. Iya kalau sebelum menikah Seol memang sudah hamil.

Imo!! Jung mau pipis!!teriakan seorang anak laki-laki nyaris membuat Sena jantungan. Dari sebuah ruangan, anak itu muncul sambil lari-lari dan memegang ‘anu’-nya.

“Sini, bersama samchon saja,” ujar Jimin sambil menggandeng anak laki-laki itu untuk mengikutinya ke kamar mandi.

“Itu juga anak kakakmu?” tanya Sena yang membuat Seol menoleh.

Eo. Dia dengan seenaknya menitipkan dua anaknya pada kami. Untunglah Jimin bisa diandalkan.”

Sena duduk di sebelah kotak bayi dan berseberangan dengan Seol. Dicubitnya pelan pipi gembul bayi yang sedang bermain-main dengan Barbie itu dan tertawa melihat bayi itu tertawa.

“Namanya Yoon Jungah. Dia baru berusia delapan bulan.”

Gwiyeowo~~”

“Awalnya aku tidak yakin apakah Jimin mau menampung dua anak ini. Kami baru saja menikah, dia juga sedang sibuk dengan kuliah dan kelas menari yang baru dibukanya. Aku berniat menyarankan kakakku untuk menitipkan anak-anak ini ke baby sitter tapi yang tidak kupercaya Jimin justru tidak keberatan. Jadi ya sudah, anak-anak ini akhirnya di sini.”

Sena masih bermain-main dengan Jungah yang sepertinya sangat menyukainya.

Jimin dan Jung pun datang tak lama kemudian. Anak laki-laki berambut jamur itu dengan cerianya kembali masuk ke sebuah ruangan tadi sementara Jimin duduk di sebelah Seol.

“Sedang apa kau di Busan, um? Sendirian?” tanya Jimin sembari melepas kacamatanya.

Sena tersenyum getir. “Sebenarnya aku sedang honeymoon di sini.”

“Wah … honeymoon~~” goda Seol. Lalu dahinya mengerut. “Tapi mana Yoongi?”

Sena mencubit pipi Jungah lagi. “Dia ke London, world tour katanya.”

Ye?! Jadi maksudnya kau ditinggal sendirian di sini?!” Tanpa sadar suara Seol meninggi dan Sena langsung menutup kedua telinga Jungah.

Yaa, jangan berteriak di dekat bayi.”

“Wah …  jinjja. Berani-beraninya dia meninggalkan istrinya saat sedang honeymoon. Yaa, apa kau tidak melarangnya? Seharusnya kau melarangnya pergi. Dia itu lebih mementingkan dirimu atau pekerjaannya sih? Kalau dia lebih mementingkan dirimu, dia tidak akan dengan mudahnya pergi. Tsk, mendengarnya saja sudah membuatku kesal.”

Sena ikut tertawa melihat Jungah yang tertawa. “Untuk apa aku melarangnya? Dia pergi untuk mencari uang, untuk memenuhi kebutuhanku juga.”

“Tapi tidak saat honeymoon juga,” sahut Seol yang masih kesal. Dia memijat keningnya yang mulai berdenyut. “Kalau aku ada di posisimu, sudah pasti aku akan membunuh Min Yoongi saat itu juga.”

Sena mendengus geli. “Itu terlalu berlebihan, Seol. Honeymoon bisa diganti di hari lain.”

“Sampai kapan kau di Busan?” tanya Jimin yang sejak tadi hanya diam menyimak.

“Lusa mungkin. Yoongi sudah menyewa hotel sampai lusa.”

“Aish, Yoongi itu sebenarnya bodoh ya? Bagaimana bisa dia membiarkanmu tinggal di hotel sendirian sampai lusa? Kenapa dia tidak mengantarmu pulang dulu?”

“Dia sudah terlanjur pesan hotel untuk tiga hari empat malam.”

Aigoo … egois sekali dia. Aish, kepalaku pusing. Akan kubuatkan minum untukmu.” Seol pun beranjak ke dapur dan menyisakan Jimin bersama Sena di ruang tengah itu.

Sena masih saja bermain-main dengan Jungah. Jimin memperhatikannya lamat-lamat, seolah sedang mengoreksi tiap detil wajah Sena.

“Kau baik-baik saja?”

Sena pun menoleh, lantas tersenyum. “Menurutmu?”

“Sepertinya kau tidak baik-baik saja.”

Gadis itu kembali menjatuhkan pandangannya pada Jungah. “Sebenarnya kemarin aku ingin melarangnya. Aku mengajaknya untuk minum tapi hanya aku yang minum dan dia hanya melihatku. Entahlah, aku lupa apa yang kuocehkan kemarin. Entah aku bisa melarangnya pergi atau tidak, toh paginya dia sudah tidak ada.”

Jimin terdiam. Bingung harus mengatakan apa.

Tak lama kemudian Seol datang membawa nampan berisi segelas jus buah dan sepiring tteokbeokki.

“Datanglah ke sini lagi besok.”

“Memangnya aku tidak merepotkan kalian?”

Yaa, kau ini bicara apa, huh? Kau ini teman Jimin, otomatis kau juga jadi temanku. Iya kalau suamimu, aku akan merasa sangat keberatan menerimanya di rumah ini.”

Sena terkekeh. Jimin menegur sang istri. Sepertinya kasus ini membuat Seol jadi kesal setengah mati pada Yoongi.

Sorenya, Sena pun pamit pulang. Dia menolak saat Jimin menawari tumpangan. Sebenarnya, dia tidak langsung pulang, tapi ingin bersantai-santai dulu di sebuah café yang dilihatnya dalam perjalanan berangkat.

Dan di sanalah dia sekarang. Duduk sendirian di sebuah meja setelah memesan latte.

Sambil menunggu, dia mengecek ponselnya.

Masih tidak ada pesan apa pun dari Yoongi.

Apakah pria itu sudah sampai di London?

Apakah pria itu sudah makan?

Sedang apa dia sekarang?

Bagaimana konsernya?

Terlalu lama hanya termenung, dia sampai tidak sadar kalau secangkir Latte yang dipesannya sudah tersaji di depan mata.

Ia pun menghela napas. Menyimpan ponselnya di meja dan meraih cangkir tersebut.

When I say that I want to see you

I want to see you even more

When I see pictures of you

I want to see you too

Kepalanya langsung menoleh ke asal suara. Ah, itu suara dari audio system café. Ia menghela napas, kembali menyesap Latte­-nya.

Time is too cruel

I hate us

Now it’s hard to even see each other

Even once anymore

This place is all winter now

It’s winter in August too

 

Bibirnya mengulum senyum miring.

 

The heart follows time

A lone snowpiercer train

I want to take you by the hand and

Take you to the other side of the Earth

And end this winter

 

Dia membuang pandangan keluar dinding kaca. Mengangkat alis saat melihat salju pertama turun.

 

How much do I have to miss you

How much does it have to fall like snow

For sping to come

Friend

 

Ia menyeringai. “Friend? Hah … friend? Dia sekarang sudah menjadi suamiku.”

 

If I’m snow

Like a small speck of dust

Like a small speck of dust

Floating in the air

I can reach you

A little faster

 

“Siapa yang sudah membuat lagu seperti ini? Tch, aku harus mendatangi mereka dan menyuruh mereka mengganti kata friend menjadi husband.” Lagi-lagi Sena tersenyum miring.

 

Snowflakes are falling

They fall a little farther away

I want to see you

I want to see you

I want to see you

I want to see you

How much do I have to wait

How many nights do I have to stay awake

To see you

To see you

To meet you

To meet you

 

Tanpa sadar latte-nya sudah habis. Dia pun menyimpan kembali gelasnya ke atas meja. Menyandarkan punggung pada sandaran kursi untuk menonton serpihan-serpihan salju pertama yang mulai mengotori jalan.

 

Past the cold winter

Until the spring day comes back

Until the flowers bloom

Will you stay there a little longer

Will you stay

 

I don’t know if you’ve changed

Or if I’ve changed

 

Ia tersenyum tipis mendengar suara rapper dalam lagu itu. Harus dia akui, dia sempat terkejut karena suaranya sama persis dengan suara Yoongi-nya. Mungkin kalau Yoongi menjadi idol, pasti laki-laki itu akan menjadi rapper karena dia tidak bisa menyanyi.

I hate how time flows even in this moment

I guess we changed

That’s just the way it is

 

Yeah I hate you

You left but

There was not a day

I ever forgot about you

 

Honestly I want to see you

But I will forget about you now

Because it hurts less than

Hating you

 

“Bagaimana caraku membenci orang itu? Tch. Kalau kau bukan suamiku sudah kulupakan kau sampai mati, Yoongi-a.”

Jengah mendengar lagu yang makin lama makin membuatnya emosial, dia pun segera pergi ke meja kasir untuk membayar.

I try to blow you away because you’re freezing

Like a smoke, like a white smoke

I say that I will forget you

But really I can’t let you go yet

 

Chogi, bolehkah aku tanya?”

Penjaga kasir itu mengangkat alisnya bingung.

“Lagu apa yang sedang dimainkan ini?”

Si penjaga kasir mendadak berbinar. “Ah, ini lagu dari sebuah boyband. Bomnal, baru dirilis beberapa hari lalu.”

“Ah … begitu. Ya sudah. Terima kasih.”

Dua hari berlalu dan sekarang Sena dalam perjalanan pulang bersama Jungkook menaiki SUV. Awalnya suasana mobil itu tenang-tenang saja karena Jungkook tidak berniat menyalakan audio system-nya. Tapi setelah laki-laki itu merasa bosan, tanpa perlu minta izin dia pun menyalakan audio system mobilnya dan berbunyilah musik yang sangat familiar di kepala Sena.

When I say that I want to see you

I want to see you even more

When I see pictures of you

I want to see you too

“Ternyata kau juga suka lagu ini ya?” tanya Sena sambil menyeringai.

“Bukan aku, tapi temanmu itu. Dia bahkan berniat berkencan dengan salah satu dari mereka kalau aku tidak membelikannya tiket ke konser orang-orang itu.”

Sena terkekeh. “Kudengar salah satu dari mereka ada juga yang bernama Jeon Jungkook.”

“Ya, itulah kenapa dia mengancam akan mengencani si Jungkook itu kalau aku tidak memberinya tiket konser.”

Sena tertawa lagi.

Kemudian dia pun membuang pandangan ke luar jendela.

Snowflakes are falling

They fall a little farther away

I want to see you

I want to see you

I want to see you

I want to see you

How much do I have to wait

How many nights do I have to stay awake

To see you

to see you

To meet you

To meet you

Yaa, jangan melamun. Kalau kau tidak suka dengan lagunya akan kuganti—”

Sena langsung menahan tangan Jungkook. “Tidak perlu. Aku suka lagunya.”

“Benarkah? Kalau kau adalah Halla, dia pasti akan menangis saat mendengar ini ketika aku tidak ada di sampingnya. Syukurlah, kau bukan gadis itu.”

Cara Jungkook menyebut Halla ‘gadis itu’ membuat Sena mendengus geli. Sudah menikah masih saja tidak romantis. Iya juga sih, dia dan Yoongi juga sama saja.

Drrt drrt

Diraihnya ponsel dalam saku. Matanya membelalak heboh melihat kontak Yoongi di layar ponselnya. Tanpa pikir panjang dia langsung membuka pesan itu.

Sedang bersama Jungkook?

Dengan perasaan gembira tak karuan Sena pun membalas pesan itu. Iya. Kau sendiri sedang apa?

Tak lama kemudian pesan baru datang. Mau tidur. Di sini masih jam 1 malam.

Boleh aku menelponmu?

Menunggu balasan lagi, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Nama Yoongi tertera di layarnya dan tanpa pikir panjang Sena pun mengangkat panggilan itu.

Yaa, kenapa kau yang menelepon?”

Wae? Bukannya sama saja?”

“Aku ‘kan bilangnya aku yang akan menelepon.”

Shireo. Aku tidak suka ditelepon duluan olehmu.”

“Aish.” Sejenak Sena merasa kesal tapi detik berikutnya dadanya mendadak sesak. Ini pertama kalinya sejak lusa dia bisa mendengar suara Yoongi. Sekarang ia sadar betul seberapa rindunya dia pada pria ini meski dia membencinya sekalipun.

“Hei, aku meneleponmu bukan untuk mendengar suara napasmu.”

Teguran dari seberang langsung menyadarkan Sena. Gadis itu meringis. “Maaf. Aku terlalu terkejut mendengar suaramu.”

Wae? Ada apa dengan suaraku?”

“Suaramu jelek, jelek sekali sampai membuatku sesak napas.”

“Haha, kau ini. Yah … seharian ini aku banyak bicara dan aku lelah sekali. Besok aku akan pergi ke Amsterdam. Jangan coba-coba meneleponku, eo? Tagihan telepon antar negeri itu mahal, biar aku saja yang meneleponmu.”

“Tapi kalau mendesak bagaimana?”

“Lewat pesan saja. Aku selalu mengecek ponsel setiap ada waktu, Sayang. Setidaknya aku membaca pesanmu meskipun tidak kubalas.”

Sena menunduk. Memperhatikan tangannya yang sedang mengulum ujung sweater-nya. “Sibuk sekali, um?”

“Ya. Sangat sibuk.”

Kedua matanya memanas. “Arasseo. Pulanglah secepatnya.”

“Oke, Nyonya. Aku akan pulang secepatnya dan kita pergi honeymoon lagi. Kabari aku kalau kau sudah sampai di rumah ya? Saranghae~~”

Sambungan pun diputus sepihak oleh Sena tanpa perlu membalas sepatah kata pun. Dia segera memasukkan ponselnya dalam saku dan menyandarkan punggung dengan nyaman.

“Kau mau istirahat sebentar? Di dekat sini ada café.”

“Eum. Terserah.”

Seminggu berlalu dan belum ada satu pun pesan dari Yoongi. Pesan-pesannya pun terbengkalai begitu saja seperti sampah tak berguna. Dia melaporkan banyak hal pada prianya. Tentang dia yang datang ke rumah orangtua mereka, dia yang hangout bersama teman SMP-nya, dia yang berkunjung ke panti asuhan milih bibinya, dia yang jalan-jalan ke danau sendirian, semua itu dia laporkan ditambah dengan foto. Tapi semua itu tidak dibalas. Hanya ada notifikasi kalau pesannya sudah sampai dan dibaca oleh Yoongi. Sepertinya pria itu benar-benar sangat sibuk sampai tidak punya waktu untuk membalas pesanya meski sehuruf saja.

Dan sekarang Sena berusaha menjauhkan ponselnya agar tidak lagi tergoda untuk melaporkan semua kegiatannya. Saat ini dia berada di rumah Sehun, ayahnya karena tidak betah di rumah sendirian. Di sini dia cukup terhibur berkat kehadiran Holly dan Vivi –anjing milik Yoongi dan Sehun. Untuk sekilas info, Sehun dan Daena, orangtua Sena sudah kembali ke Korea dan memutuskan tinggal di Daegu. Karena siapa lagi kalau bukan anak mereka, Sena.

Meskipun sudah mencoba untuk melupakan Yoongi, tapi bayangan laki-laki itu terus saja berputar-putar di kepalanya. Baru tiga bulan lebih mereka bertemu dan … sekarang sudah terpisah lagi. Ia bahkan tidak tahu di mana Yoongi sekarang. Entah masih di Amsterdam atau sudah di belahan dunia lainnya.

Ia pun menunduk saat Holly naik ke atas pangkuannya. Sibuk sebentar sebelum meringkuk tidur. Bibirnya mengulum senyum tipis. Anjing ini mirip sekali seperti majikannya. Tuannya juga sama saja, selalu sibuk sendiri sebelum tidur. Biasanya jalan-jalan berkeliling kamar dengan mulut penuh busa, menyikat gigi katakanlah. Setelah itu akan duduk di meja riasnya, mengaplikasikan krim malam dan tetek bengek skincare lain agar kulitnya terjaga meskipun akan tidur. Atau kalau tidak dia akan melakukan push up sebanyak 50 kali. Pokoknya dia tidak pernah bisa diam sebelum tidur. Dan itu selalu terulang setiap malam.

Ia mengelus bulu cokelat Holly. “Kau ini mirip sekali dengan Siput. Aih … kau membuatku makin merindukannya. Kira-kira apa yang sedang dilakukan tuanmu sekarang, huh?”

November telah lewat dan sekarang sampailah pada bulan Desember. Akhirnya muncul juga nama Yoongi di layar ponselnya setelah sekian lama hanya diam seperti mayat.

Sena yang sedang mempersiapkan semua kebutuhannya untuk ikut kursus bahasa Inggris selama musim dingin pun meraih ponselnya ogah-ogahan.

Maaf baru bisa mengirim pesan sekarang. Aku sedang ada di Boston.

Gadis itu menghela napas, kemudian mengetikkan balasan.

Besok aku akan ikut kursus bahasa Inggris sampai akhir bulan.

Pesan baru pun muncul. Benarkah? Wah … kenapa kau tidak memberitahuku sejak awal?

Sena berdecak. “Untuk apa aku memberitahumu kalau kau tidak pernah membalas pesanku?”

Saat akan mengetikkan jawaban, panggilan dari kontak yang sama pun datang. Sena yang saat itu sedang berdiri langsung duduk di pinggiran ranjang mereka, menggeser tombol hijau.

“Ya?”

“Ng? Kenapa suaramu begitu? Sedang sakit?”

Ani. Aku hanya malas saja.” Ia pun membanting tubuhnya ke atas ranjang.

“Malas kenapa? Malas bicara padaku?”

Gadis itu memutar bola matanya kesal. Kalau sudah tahu kenapa tanya segala?

Mian. Aku benar-benar sibuk beberapa hari terakhir ini karena yah … tidak ada waktu untuk bersantai setelah satu konser. Sekarang saja sudah lima negara yang kukunjungi. Lusa aku sudah harus pergi ke Madrid.”

“Sekarang kau sedang apa?”

“Sarapan. Di sini masih jam empat pagi.”

Dan di Seoul pukul lima sore. Sena menghela napas. Menatap langit-langit kamarnya tanpa minat. “Makanmu teratur ‘kan?”

Eo. Lisa memberiku makanan yang kuminta. Kau tahu, akhir-akhir ini aku banyak makan daging. Mungkin saat pulang ke rumah nanti kau akan terkejut melihatku bertambah berat badan.”

Perasaan Sena mendadak aneh setelah mendengar nama seorang wanita. “Lisa … siapa itu?”

“Oh? Kau tidak tahu? Dia itu bosku. Dialah yang mengadakan konser dunia ini.”

“Ah … begitu.”

Nada suara Sena yang makin malas mungkin membuat Yoongi sadar sehingga laki-laki itu pun bicara lagi. “Tidak ada yang terjadi di antara kami, Sayang. Dia itu hanya bosku, tidak lebih.”

“Apa gadis itu sudah menikah?”

“Entahlah. Tapi kudengar dia sudah bertunangan. Sudah sudah, kenapa membicarakan dia? Sekarang kau sendiri sedang apa?”

“Berbicara denganmu.”

“Hanya itu?”

“Eum.”

“Tidak ada yang lain?”

“Berbaring.”

“Hah … dasar. Yaa, aku akan pulang Januari nanti setelah menyelesaikan 9 negara lagi. Kau tunggu aku, um? Jangan melihat laki-laki lain.”

“Kau juga jangan melihat gadis lain!”

Arasseo. Ya sudah, kuhubungi lagi nanti.”

“Nanti kapan?”

“Ya … nanti, hehe. Sudahlah, yang penting aku akan menghubungimu. Saranghae~~”

KLIK!

Lagi-lagi Sena memutuskan sambungan secara sepihak. Dia sudah terlalu kesal pada Yoongi yang tidak pernah memberinya kepastian. Bahkan kata ‘saranghae’ yang dia suka sekarang sudah terdengar basi.

Diraihnya bantal lalu dipeluknya erat.

Sigh….

Kenapa dia harus menarik bantal yang ada aroma Yoongi-nya?

Sial.

Menyibukkan diri dengan kursus ternyata adalah pilihan yang tepat. Dia sudah tidak lagi mengingat Yoongi. Mau laki-laki itu ada di mana dia tidak peduli. Kursus apalagi kursus Bahasa Inggris sudah sangat menguras pikirannya. Dia harus mengambil kursus ini untuk menunjangnya membuat skripsi nanti.

Tahu-tahu natal datang. Sena memutuskan untuk merayakan natal di rumah orangtuanya. Mungkin esok hari dia akan datang ke rumah orangtua Yoongi. Bertemu dengan Holly lagi, entah kenapa dia mendadak merindukan Yoongi. Oh my, sekarang tingkah Holly yang suka tidur di sembarang tempat benar-benar mirip Yoongi. Saking gemasnya, Sena bahkan memindahkan Holly ke tempat tidur untuk menemaninya tidur.

Ponselnya tiba-tiba bergetar, tanda ada pesan masuk. Melihat nama Yoongi di layarnya, Sena pun mengelus kepala Holly dengan sayang. “Tuanmu mengirim pesan.”

Natal tahun ini di Oslo.

Sebagai bukti, Yoongi mengirim foto kota Norway yang juga penuh salju.

Sena mengulum senyum tipis. Membalas pesan itu dan mengirim foto Holly.

Natal tahun ini bersama Yoongi kecil.

Kriing kriing.

Seperti biasa, Yoongi pasti akan menelepon setelah berkirim pesan.

“Eum?”

“Holly kenapa bisa di sana? Yaa, kau sedang mencoba berselingkuh?”

Sena terkekeh. Orang ini bicara apa sih. “Salahmu tidak segera pulang.”

“Tsk, aku harus ke Jenewa dulu sebelum ke Korea. Konser terakhirku di Jenewa.”

“Perkiraan kapan kau akan sampai di Korea?”

“Mungkin minggu kedua Januari.”

Gadis itu menghela napas. “Berarti tahun baru kau di sana?”

“Um. Wae? Kau kecewa karena tidak ada aku di sana? Tenang saja, aku juga sama. Aku—ah, Sena, sepertinya aku harus pergi sekarang. Oh ya, aku sudah mengirimimu kado natal. Mungkin akan datang terlambat. Aku pergi dulu, eo? Annyeong.”

KLIK.

Sekarang panggilan ditutup secara sepihak oleh Yoongi.

Sena menghela napas. Baru menjauhkan ponselnya beberapa detik kemudian. Dipandanginya foto Yoongi yang menjadi wallpaper ponselnya. Menghela napas lagi, lalu menyimpan ponselnya di atas nakas.

Dipeluknya anjing cokelat yang masih asyik tidur di dekatnya.

“Tuanmu menyebalkan sekali.”

Minggu kedua Januari, meskipun tidak ada pesan apa pun dari Yoongi, Sena berangkat ke Incheon untuk menunggu kedatangan Yoongi. Dari yang dia tahu, pesawat dari Jenewa akan transit dulu di London selama kurang lebih semalam sebelum terbang ke Incheon. Dan dari perkiraan Sena adalah hari ini.

Dia duduk tepat di depan layar yang menampilkan jadwal kedatangan pesawat dari luar negeri. Pesawat dari London akan datang 10 menit lagi.

Ia mengeluarkan ponselnya dari saku, memasang earphone di kedua telinganya.

Sebenarnya akhir-akhir ini dia sangat menyukai lagu Spring Day meskipun sekarang masih winter. Padahal kebanyakan orang mendengarkan Sing For You atau Miracle in December dari EXO, tapi dia lebih suka pada Spring Day. Ia berharap musim semi akan segera datang begitu juga dengan Yoongi-nya. Meskipun harus honeymoon di Daegu, dia tidak masalah. Asalkan dia bisa bertemu lagi dengan pria itu.

Tangannya merasa kedinginan. Diambilnya hot pack dari saku mantelnya dan menangkupnya di kedua tangan.

Lagu sudah diulang dua kali dan hampir saja selesai, pemberitahuan bahwa pesawat dari London telah sampai pun terdengar. Buru-buru dia bangkit dan berdiri bersama yang lain di pintu keluar penumpang.

Satu persatu penumpang keluar dari pintu itu.

Bukan dia.

Bukan ibu itu.

Bukan orang itu.

Bukan juga yang itu.

Mendadak dadanya sesak begitu tak ada lagi orang yang keluar dari pintu tersebut.

Oke, jadi, perkiraannya salah. Not today.

“Mungkin besok. Ya, dia mungkin akan datang besok,” katanya berusaha menghibur diri.

Hari kedua di minggu kedua bulan Januari, Sena kembali datang. Dia memakai sweater turtleneck berwarna abu-abu yang dipadukan dengan beanie milik Yoongi. Dia suka beanie ini dan Yoongi sengaja meninggalkannya di rumah.

Seperti kemarin. Dia duduk di kursi tunggu, menghadap layar yang menampilkan jadwal kedatangan pesawat dari luar negeri.

Lagi-lagi mendengarkan Spring Day.

Ketika terdengar pemberitahuan dari pengeras suara, Sena langsung beranjak dan bergabung bersama yang lain menuju pintu keluar para penumpang dari London.

Aku tak mengenalnya.

Dia bukan suamiku.

Dia anak-anak.

Ah dia anak SMA.

Itu terlalu tua.

Sekali lagi … not today.

Kembali dia menyemangati diri. Mungkin Yoongi terlambat dan baru datang besok.

Esok harinya, hari ketiga. Dengan memakai coat berwarna hitam yang dipadukan dengan skinny jeans dan sepatu bulu berwarna ungu.

Dia duduk di kursi biasanya.

Memandang layar jadwal kedatangan pesawat sambil mendengarkan Spring Day.

Menggenggam erat hot pack untuk menghangatkan tangannya.

Berlarian menuju pintu keluar penumpang.

Memandang satu persatu orang dengan teliti tak terkecuali.

Sampai tak ada seorang pun lagi yang muncul dari sana.

Not today.

Rutinitas itu terus berulang. Sampai tak terasa sekarang sudah awal bulan Februari. Sena kembali datang ke sana.

Duduk di depan layar jadwal kedatangan pesawat.

Tidak lagi mendengarkan Spring Day.

Tapi Not Today.

Meskipun liriknya sama sekali tidak menggambarkan tentang suasana hatinya, tapi setidaknya itu akan menjadi jawaban kalau seandainya Yoongi benar-benar tidak datang hari ini.

Dia beranjak saat pesawat dari London datang.

Lagi-lagi Yoongi tidak ada.

Ia pun kembali duduk di kursinya, berniat memakan sandwich yang dibelinya dalam perjalanan kemari tadi sebelum pulang lagi ke Daegu.

Tanpa sadar, air matanya berjatuhan sampai membasahi sandwich itu.

Seorang anak kecil yang duduk di sebelahnya sampai mengadu apa yang dilihatnya pada ibunya.

Dia hanya menatap anak itu datar tanpa sedikitpun minat untuk memulai perdebatan dengannya.

Setelah habis, ibu dari anak tadi menawarkan air.

Di saat dia akan mengambil botol itu, seseorang tiba-tiba menangkap pergelangan tangannya. Diikuti dengan sebuah suara yang berbicara pada sang ibu tadi.

“Terima kasih. Maaf merepotkan.”

Matanya yang sudah nyaris bengkak itu mengerjap-ngerjap.

Si ibu kembali menarik tangannya.

Sementara dia ditarik oleh orang tadi keluar dari area bandara. Memasuki sebuah taxi yang memang sedang berhenti di halaman depan bandara untuk menunggu penumpang.

Orang itu bicara pada sopir untuk membawa mereka menuju Daegu.

Dan mobil berwarna biru dengan plakat ‘Taxi’ di atasnya itu merangkak pelan meninggalkan bandara.

Membawa dua penumpang di dalamnya menuju Daegu.

Sena masih memandang orang yang kini duduk di sampingnya tak percaya.

Dan orang itu dengan santainya malah meletakkan kepala di pundaknya seolah tidak sadar kalau kepalanya itu berat sekali.

“Bangunkan aku kalau kita sudah sampai. Aku sulit sekali tidur semalam.”

Butuh waktu beberapa menit sampai Sena akhirnya sadar siapa sebenarnya orang yang sedang di sampingnya ini.

Beberapa jam kemudian mobil itu sampai juga di Daegu lebih tepatnya di sebuah rumah. Setelah membayar dan masuk ke dalam rumah. Barulah Sena memeluk orang tersebut. Yang tak lain tak bukan adalah suaminya, Yoongi.

“Kupikir bukan hari ini juga. Kau … kau kenapa tidak mengirimiku pesan? Kenapa tidak beritahu aku? Kenapa baru pulang sekarang?” Ada getar dalam suara Sena. Dia memeluk Yoongi erat dan menenggelamkan wajahnya di punggung pria itu.

Yoongi membeku sebentar. Lalu ia pun melepaskan tautan tangan Sena dan berbalik. Ditangkupnya dan diangkatnya wajah gadis itu sampai pandangan mereka saling bertemu.

“Kau datang ke bandara setiap hari?”

Sena mengangguk. Kini dia sudah menangis.

Yoongi menghela napas lalu menarik gadisnya dalam pelukan. “Maaf maaf. Aku tidak tahu kalau kau akan datang ke sana. Kupikir kau akan di rumah dan menungguku. Maaf. Aku ingin membuat kejutan sebenarnya tapi—”

“Kau bilang kau akan sampai di minggu kedua bulan Januari?! Aku datang ke bandara sejak hari itu!”

J-j-jinjja! Yaa! Kalau aku memang tidak datang kau tidak usah datang lagi!”

“Bagaimana aku tidak datang kalau aku terus merindukanmu?! Kau menyebalkan! Aku menunggu pesanmu setiap hari. Menunggu kau akan muncul dari pintu penumpang. Menunggu semuanya!”

Yoongi hanya diam saja saat tubuhnya dipukuli. Baru setelah Sena lelah dia kembali memeluknya.

“Ada insiden di hari aku akan pulang itu.” Laki-laki itu mengambil napas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan. “Perutku tiba-tiba sakit saat akan pergi ke bandara. Hampir saja aku pingsan dan manajer langsung membawaku ke rumah sakit. Mungkin kau akan terkejut mendengarnya. Aku terkena usus buntu dan harus dioperasi saat itu juga. Itulah kenapa aku tidak bisa mengirimimu pesan, dan kenapa juga aku baru bisa pulang sekarang. Mian, aku tahu kau pasti sangat mencemaskanku tapi—”

“Ah sudahlah! Diam saja!”

Yoongi mengerutkan dahi bingung. “Kau tidak cemas mendengarku baru saja operasi?”

Sena masih terisak. “Tentu saja aku cemas! Jadi diam saja!”

“Tapi aku sudah baik-baik saja, tidak ada yang perlu dicemaskan lagi.”

“Aish! Kubilang diam!”

“Kau ini ke—”

CHU.

“Kubilang diam ‘kan? Aku ingin kau diam sebentar saja, biarkan aku menyelesaikan tangisku.”

Dan Sena kembali memeluknya. “Bogoshippeo. Jeongmal bogoshippeo.”

Yoongi tersenyum. Balas memeluk gadisnya lebih erat. “Aku jauh lebih merindukanmu.”

“Berjanjilah untuk tidak pergi tiba-tiba lagi.”

“Entah ya. Tapi aku berjanji untuk tidak ceroboh lagi.”

“Sssh … terserah.”

END

12 responses to “A Supplementary Story: I Miss You [Blood Sweat & Tears sequel]

  1. Buat squelnya ini edisi merindu, ya?? Lama banget ditinggal Yoongi padahal baruaja mau honeymoon. Iya kalo seminggu dua minggu, lah ini 2 bulan *wekkss Apa yg dirasa coba? Bener2 ng’galau berat tuh, ampe anjingnya jd temen tidur gitu wkwk but, the sweetest scenenya bikin baper loh ka, gregetan banget gue ampe pengen packing Yoongi buat gue taroh dikasur, seriuss. Selalu ngarepin yg baik2 buat mereka, ngga papa kalo harus berantem mulu, justru itu yg bakal ngangenin ama cara nyalurin kasih sayang mereka.
    Oke ka sebelumnya mau minta maaf toooo muchh, sebelomnya gue comment kalo penulisan EYD kaka kurang/berantakan, tp setelah gue cek ternyata ga sama skali, cuma dikitt banget. Just 5% maybe, gue minta maaf banget ka, sumpah *hiks. Maaf bikin kaka down ama comment gue, seriusan ternyata itu fanfict dr wp yg beda, author yg beda, cuma main castnya aja yg sama *hiks sorry banget ya ka~ please, jan baper ya ka, salah gue ga ngcek duluu-_- hehe, gue ngrasa bersalah banget ama kepasrahan kaka dicomment kemaren *tearsarefallin’
    Thanks buat squelnya ka, maaf ya. Tetep semangat buat write the funfict, jaga kesehatan + sorry too much…^^
    Oiya ditunggu little Yoongi + little Sena~

    • wakseu 😀 kok aku ngakak XD habisnya aku sering dikritik terlalu kaku :v kan baper :v tapi gapapalah wkwkw soalnya yg waktu itu aku jg mikir, bagian mana ya yg berantakan :v padahal aku ngga pake kata ‘lu-gue end’ :v

      • Hikseuuu ㅠ_ㅠ… 정말미안해요, kaa. Seriuss.
        Sorry buat ke’soktauan gue ya ka, banget banget ngrasa bersalah k
        Mianhae mianhae hajimaa.. 😀

  2. Sena kasian ditinggal berbulan2 sama yoongi, setia banget Sena hikssss…bikin squel mereka punya anak thor..ngak bs bayangin klo mereka punya anak,anaknya bisa bingung liat ortunya berantem melulu hehehehe..

  3. Haduh ini serius loh baper banget apalagi pas bagian si sena nunggu2-in si yonggi day by day, sm yg dibandara nangis pas makan sandiwch. Terus sempet kepikiran pas dirumah jimin, si jimin bakal ada perasaan lg gt ke sena karena kasian ditinggal yoongi terus hehehe 😂😂. Bayangin pas di bandara dengerin lagu spring day, baper ~~~

  4. kyakk apa ini? yoongi lama bnget pergi acara tour nya smpe 2 bln
    kan ksian senanya hari dimana mreka honeymoon jdi batal..
    hfftt ini semua karna bos nya yoongi tuh si lisa
    #piss

Leave a reply to ohnajla Cancel reply